Kasus Korupsi Pemecah Ombak Likupang Digenjot Kejati Sulut

 

IndoBRITA, Manado—Proses penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pemecah ombak di Pantai Likupang, terus digenjot penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (Sulut). Kasus bandrol sekitar Rp15 miliar ini, secepatnya akan dinaikan status ke proses penetapan tersangka.

Bacaan Lainnya

“Kasus pemecah ombak ini tidak dihentikan. Semua kasus korupsi berproses,  kita tinggal menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP. Dari proses pengumpulan data teknis telah kita rampungkan, tinggal bagaimana kita mencocokkan hasil perhitungan kerugian negara,” tegas Kajati Sulut, Mangihut Sinaga.

Ia menegaskan, bahwa kasus ini tinggal menunggu waktu untuk dilanjutkan ke tahap yang lebih tinggi.

Baca juga:  Polsek Tikala Sosialisasikan Aplikasi Polri Super APP dan E-RNM di SMK Negeri 3 Manado

“Intinya semua fakta di lapangan mengenai pembangunan pemecah ombak kita sudah temukan. Tinggal kerugian negaranya,” jelasnya.

Kasus ini diketahui dilaporkan Ketua LSM MJKS, Stenly Towoliu, di Kejati beberapa waktu lalu.

Ketua MJKS didampingi Wakil Ketua, Noldy Elmondo, menjelaskan bahwa pihaknya mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 tentang kemerdekana berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat, secara lisan maupun tulisan, dan mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 28 tahun 1999, tentang penyelenggaraan Negara yang bersih, dan bebas KKN. Maka, pihaknya mengadukan dugaan tindak pidana korupsi di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minahsa Utara (Minut).

“Dimana sekitar bulan Juni tahun 2016, ada pekerjaan pemecah ombak, dengan bandrol mencapai Rp15 miliar. Setelah kami melakukan klarifikasi kepada PPK di BPBD, ada oknum mengakui bahwa pekerjaan ini tidak melalui proses tender dalam artian hanya dilakukan Penunjangan Langsung (PJ), dengan dalih bahwa ini merupak dana siaga bencana,” kata Stenly.

Baca juga:  Karate Open Tournament Kajati Cup 2019 Terus Dimatangkan

Lanjut Stenly, namun demikian, sesuai peraturan Kepala Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6.A Tahun 2011, tentang pedoman penggunaan dana siap pakai pada status keadaan darutat bencana, yakni dana siap pakan digunakan sesuai kebutuhan penanganan darurat pada status keadaan darurat bencana yang dimulai sejak siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan.

“Ironinya, lagi setelah dilakukan investigasi lapanga, ternyata banyak kejanggalan ditemukan seperti tidak adanya papan proyek, sehingga tidak ada satupun warga yang kami temui mengetahui siapa pihak ke tiganya,” ujar Stenly.(hng)

 

Pos terkait