Dokumen Kepemilikan Lahan Rumah Nelayan Diduga Dimanipulasi

Proyek pembangunan rumah khusus nelayan di Kelurahan Winenet Satu Bitung yang diduga dokumennya dimanipulasi karena status lahan tersebut ternyata belum dihibahkan dan masih menjadi milik pribadi. (Foto : Ist)

indoBRITA, Bitung-Proyek pembangunan rumah khusus nelayan yang terletak di Kelurahan Winenet Satu Kecamatan Aertembaga yang saat ini pekerjaannya nyaris rampung diduga bermasalah. Pasalnya, dokumen kepemilikan lahan tersebut diduga dimanipulasi sehingga proyek tersebut bisa turun dari Kementerian PUPR.

Hal ini terungkap ketika DPR Bitung melalui Komisi C menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang menghadirkan pihak kontraktor, pemilik lahan serta Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkkim) Pemkot Bitung, Senin (25/9/17) yang lalu.

Ketua Komisi C Superman Gumolung yang dikonfirmasi di ruangannya, Selasa (26/9/17) mengatakan, dalam RDP tersebut terungkap bahwa proyek tersebut ternyata berdiri di atas lahan yang belum dibebaskan oleh Pemkot Bitung atau berdiri di atas tanah pribadi milik dari Antonius Supit.

Proyek dengan banderol Rp7.860.645.000 yang sesuai dengan tanggal kontrak dimulai pada 31 Januari 2017 dengan waktu pekerjaan selama 210 hari tersebut dikerjakan oleh PT Delima Agung Utama dengan membangun 50 unit rumah khusus nelayan yang anggarannya berasal dari APBN namun lahannya disiapkan oleh Pemkot Bitung.

Baca juga:  Sosialisasi Perda di Amurang, Runtuwene: Saya Turun di Dapilku, Karena Sayang dengan Masyarakat

“Faktanya demikian, lahan itu milik Koh Hen (sapaan akrab Supit),” ujar Boy Gumolung.

Lanjut, dia mengatakan, atas persoalan ini timbul masalah lain. Sebab, proyek pemerintah tidak akan turun atau anggaran dari pemerintah pusat tidak akan dicairkan untuk bantuan proyek di daerah selama status lahan belum dibebaskan.

“Ini ada manipulasi data dalam proposal yang dikirim ke Kementerian PUPR atau bagaimana, nah ini yang perlu diperjelas,” tegasnya.

Habriyanto Achmad, anggota Komisi C dari Fraksi Partai Demokrat juga mengatakan, mekanisme pemberian bantuan pemerintah pusat ke daerah itu sangat jelas. “Sebelum proyek ini turun pemerintah daerah harus kirim proposal ke pusat. Nah, proposal ini harus disertai dokumen hibah lahan. Itu syarat utama agar proyek bisa dilaksanakan. Herannya, dokumen itu tidak ada tapi proyek tetap bisa terlaksana bahkan hampir rampung,” tambahnya.

Baca juga:  Objek Batu Dinding di Buyungon, Status Quo Masih Berlanjut

Terpisah, kontraktor proyek Ferry Tambatjong yang dikonfirmasi wartawan tak menampik status lahan lahan tersebut bahkan dirinya membenarkan jika dokumen hibah lahan dari pemilik belum dikantongi.

“Sementara diurus. Tapi itu bukan masalah, yang penting proyek ini terlaksana baik dan tidak merugikan negara,” sebutnya.

Kepala Dinas Perkkim, Hendri Sakul mengaku tidak tahu-menahu dengan dokumen hibah dimaksud. “Waktu proposal dikirim saya tidak tahu. Soalnya saya masih tugas di tempat lain. Itu dikirim tahun lalu,” singkatnya.(yet)

Pos terkait