Banar Ditetapkan Ketua MH dalam Perkara Korupsi Proyek Pemecah Ombak Minut

PN Manado foto (ist)
IndoBRITA Manado – Setelah teregister di Pengadilan Negeri (PN) Manado beberapa hari lalu, perkara korupsi miliaran dana proyek pemecah ombak di Desa Likupang Kabupaten Minahasa Utara (Minut), kini telah miliki penetapan Majelis Hakim (MH).
Menurut informasi, Kamis (8/2) kemarin, Ketua PN Manado, Edward TH Simarmata telah mempercayakan Hakim Vincentius Banar sebagai Ketua Majelis Hakimnya. Terkait hal ini, Banar ketika dikonfirmasi tak menepisnya.
“Iya benar, Majelis Hakim perkara korupsi pemecah ombak Minut sudah ditetapkan Bapak Ketua PN Manado. Rencananya sidang dakwaan pekan depan,” terangnya, saat dikonfirmasi awak media.
Sementara itu, patut diketahui kalau pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Airmadidi telah menembuskan berkas perkara tersangka RT alias Rosa, RM alias Robby dan SHS alias Stevenson ke PN Manado sejak, Selasa (6/2).
Proses pelimpahan tersebut ditempuh, dua pekan setelah pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut menggelar proses penyerahan tersangka dan barang bukti atau dikenal dengan sebutan Tahap II.
Tak hanya itu, tersangka Rosa selaku eks Kepala BPBD Minut dan tersangka Robby selaku Direktur PT Manguni Makasiouw Minahasa juga dilaporkan sudah melakukan melakukan pengembalian kerugian uang negara dengan jumlah Rp325 juta.
Uang tersebut, tersinyalir sebagai uang fee yang diterima kedua tersangka saat proyek pemecah ombak bergulir. Lain halnya dengan tersangka Stevenson selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dirinya tidak melakukan pengembalian karena merasa tidak menerima sepeser pun uang.
Dalam perkara ini, secara umum telah terkuak kalau dana proyek sebesar Rp15 miliar, berasal dari pos anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tahun Anggaran 2016, yang kemudian dikucurkan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minut.
Ketika dana miliaran ini diolah tanpa melalui jalur tender, pihak LSM langsung menyorotinya dan menduga telah terjadi pelanggaran hukum dalam pengerjaan proyek tersebut. Alhasil, mereka langsung membuat laporan ke Kejati Sulut. Merespon laporan itu, penyidik Kejati Sulut kemudian bergerak melakukan pengusutan dan akhirnya menemukan berbagai kejanggalan.
Menariknya lagi, setelah pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Sulut melakukan audit, terungkap sudah kalau ada kerugian negara sebesar Rp8,8 miliar dalam pengerjaan proyek tersebut. Dan guna membongkar tuntas siapa saja yang terlibat dalam kasus ini, pihak kejaksaan telah menjerat terlebih dahulu tiga calon terdakwa itu dengan menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto (jo) Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (hng)
Baca juga:  Polres Minsel Siap Melaksanakan Pengamanan Hari Raya Paskah

Pos terkait