Tiga Saksi pada Korupsi Pemecah Ombak, Dikuliti Majelis Hakim

saksi korupsi pemecah ombak Minut.

IndoBRITA, Manado— Sidang perkara korupsi dana tanggul penahan/pemecah ombak, di Desa Likupang Dua, Kabupaten Minut Tahun Anggaran 2016, kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Manado, Selasa (06/03/2018).

Agenda sidang masih dalam tahap pembuktian dengan agenda pemeriksaan saksi. Dimana Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bobby Ruswin Cs, menghadirkan tiga orang saksi dari Dinas PU (Pekerjaan Umum) yakni, Irene Theresia Polii, Stenly Polandos dan Bonny Kanter.

Bacaan Lainnya

Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Vincentius Banar, ketiga saksi memberikan keterangan bahwa ketiganya hanya sebagai pembuat proposal untuk proyek dimaksud. Kendati, disebutkan saksi, dalam proyek tersebut para saksi tidak mendapat SK (Surat Keputusan) dari instansi terkait untuk melaksanakan pekerjaan dimaksud.

Saksi pertama, Irene dalam persidangan mengatakan bahwa saksi mendapatkan perintah dari Kadis PU, Steven Koloay untuk membuat gambar untuk proposal.

“Hanya diminta untuk membuat gambar, akan tetapi gambar yang diberikan sebelumnya sudah ada. Jadi hanya copy paste, karena gambar yang disodorkan adalah gambar proyek yang sama yang berdampingan dengan proyek yang tengah diperkarakan,” terang Irene.

Dari gambar dimaksud, kata Irene, dibuat Rancangan Anggaran Biaya (RAB). “Ini dibuat oleh Stenly Polandos,” kata Irene.

Atas keterangan tersebut, Stenly pun dihadirkan dipersidangan. Menurut Stenly, dalam tugasnya membuat RAB, anggarannya hanya diestimasi atau diperkirakan saja. Keterangan tersebut menjadi incaran JPU. JPU Pingkan Gerungan mengejar saksi, lantaran tidak mungkin membuat RAB hanya atas dasar perkiraan saja.

Baca juga:  Terdakwa Cabul Bantah Keterangan Dakwaan JPU

Namun kata Stenly, RAB sifatnya proposal dan sesuai aturan bisa diperkirakan saja.

“Aturan membolehkan untuk membuat proposal dengan perkiraan saja, karena sifatnya baru proposal dan belum dipatenkan menjadi gambar perencanaan proyek. Saya membantu saja atas perintah Kadis PU, jadi tidak di SK-kan sebagai tim perencanaan,” kilah saksi.

Bonny pun membenarkan apa yang disampaikan Stenly. Sebab menurut dia, gambar yang dibuat hanya proposal yang belum dipatenkan menjadi rencana proyek.

“Hal seperti di PU biasa dilakukan, karena gambar proposal saja yang belum pasti akan dipakai. Kalau sudah menjadi gambar rencana proyek, lain lagi,” tukas Bonny.

Persidangan kasus Pemecah Ombak ini masih akan terus berlanjut untuk agenda pembuktian. Sesuai agenda, di sidang Kamis ini, JPU akan menghadirkan tiga orang dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Pusat. Dihadirkannya saksi dimaksud dianggap memiliki keterkaitan, lantaran proyek APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tersebut berasal dari PNPB pusat yang kemudian dikelola BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah).

Patut diketahui, dalam perkara yang merugikan keuangan negara Rp8,8 miliar lebih ini, pihak JPU telah menghantar tiga terdakwa ke meja hijau. Terdakwa Steven selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), terdakwa Robby selaku Direktur PT Manguni Makasiouw Minahasa perusahaan pelaksanakan kegiatan dan Rosa selaku Kepala BPBD sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran, dilakukan penuntutan secara terpisah (splitzing), Vonnie Anneke Panambunan selaku Bupati Minut, Junjung Tambunan selaku Direktur Tanggap Darurat Badan Nasioanl Penanggulangan Bencana, Kombes Pol Rio Permana, yang bertindak melaksanakan pekerjaan. Dalam perkara korupsi penanganan darurat pembuatan tanggul penahan/pemecah ombak Desa Likupang Dua, pada BPBD Daerah Kabupaten Minut TA 2016.

Baca juga:  Poliklinik Polda Sulut Raih Akreditasi Paripurna sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama dari Kemenkes

Sebagaimana tercantum dalam laporan hasil audit dalam rangka perhitungan kerugian keuangan negara BPKP perwakilan Provinsi Sulut, atas dugaan tindak pidana korupsi  hasil pemeriksaan di lapangan terdapat selisih pekerjaan. Dimana yang terpasang dilapangan dengan pekerjaan yang tertera di dalam kontrak dengan perincian sesuai kontrak Rp15.299.027.638, terpasan di lapangan Rp5.604.710.197, selisih Rp8.813.015.856. Dengan demikian dari hasil pemeriksaan di lapangan terdapat potensi kerugian negara dari selisih pekerjaan di dalam kontrak. Akibat perbuatan para terdakwa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Dimana terdakwa Rosa menerima uang pada proyek tersebut sebesar Rp100 juta, Robby Rp346 juta dan Vonnie Rp8.365.015.856. Perbuatan para terdakwa menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. JPU menjerat para terdakwa dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto (jo) Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (hng)

Pos terkait