FGD Komunitas Lentera, Novita : Kampus Harus Jadi Gerbang Penangkal Radikalisme

Pemred Majalah Inspirasi Roby Repi, depan batik merah bersama aktivis dan Direktur Lentera Donny Lumingas (fto: drl)

indoBRITA, Jakarta – Meningkatnya potensi radikalisme, menjadi sorotan khusus lembaga kajian kebangsaan Komunitas Lentera Indonesia. Atas dasar itu, Sabtu (2/6/2018), lembaga menggelar focus group discution (FGD) bersama beberapa alumni Pers Mahasiswa Inovasi Universitas Sam Ratulangi, di Kalibata City, Jakarta Selatan.

Menurut Novita Umboh dosen Universitas Bung Karno (UBK), hasil survei terakhir Badan Nasional Penanggulangan Terorist (BNPT) November akhir 2017 lalu cukup mengagetkan. Survei tersebut memperlihatkan lima daerah potensi tinggi radikalisme dan daya tangkal rendah.

Bacaan Lainnya

“Lima daerah hasil survei BNPT ini cukup mengagetkan, urutan pertama Bengkulu 58, 58 %, Gorontalo 58, 48 %, Sulawasi Selatan 58, 42 %, Lampung 58, 30 % serta Kalimantan Utara 58, 30 %. Selain kita juga di perhadapkan dengan kondisi terkini di mana potensi radikalisme dan intoleransi sudah merebak sampai perguruan tinggi, ” tandas Umboh.

Novita Umboh (foto: drl)

Karena itu tenaga ahli DPR RI ini mengatakan langkah pencegahan yang dilakukan pemerintah harus efektif dan menyentuh langsung penyebab muncul paham ini. Selain itu perguruan tinggi harus berperan aktif menjadi gerbang dalam menangkal paham radikalisme dan intoleransi.

Baca juga:  DPRD Sulut Terima Aksi Demo Puluhan Kaum Buruh

“Anak-anak muda usia pendidikan SMP dan SMA paling mudah di cuci otak. Mereka terpapar paham ini lewat media sosial. Awalnya mereka di iming-imingi materi, lama kelaman mulai di pengaruhi dengan paham radikalisme, “tambah Novita.

Praktisi hukum Irwan Lalegit mengatakan selain anak usia sekolah SMP dan SMA gejala perkembangan paham radikalisms di perguruan tinggi perlu mendapat perhatian khusus.

“Kita sudah mengetahui ada oknum dosen bahkan guru besar di perguruan tinggi tertentu bahkan harus di pecat karena paham radikalisme dan intoleransi. Bahkan data yang di paparkan BIN ada tiga perguruan tinggi yang berpotensi menjadi tempat perkembangan radikalisme, “jelas Lalegit.

Pemimpin Redaksi  majalah Inspirasi  Roby Repi memaparkan berkembangnya paham radikalisme disebabkan beberapa hal, sinisme yang  muncul akibat tajamnya perbedaan elit, kepentingan personal menyangkut ideologi maupun finansial serta pemahaman keliru soal penyucian diri.

“Saatnya bangsa ini harus melihat pesta demokrasi sebagai proses konsolidasi kebangsaan, bukan sebagai ajang saling menjatuhkan atau mendapatkan kekuasaan dengan menggunakan segala cara. Jiwa negara negarawan harus hadir dalam pikiran dan tindakan calon pemimpin. Agar pendukung mereka tidak terpapar sinisme lalu mencari jalan alternatif karena menganggap pesta demokrasi tidak baik,” kata Repi.

Baca juga:  FGD Komunitas Lentera, Jerry Walo Diminta Pulang Mengabdi di Tanah Leluhur

Diskusi yang berlangsung menarik itu menyepakati beberapa rekomendasi.  Pencegahan paham radikalisme adalah tanggung jawab bersama, namun pemerintah tetap sebagai pemimpin dalam pencegahan dan pemberantasan.

Setiap partai politik berkomitmen penuh menjaga setiap proses demokrasi yang santun. Proses demokrasi seperti pilkada, Pemilu Legislatif bahkan Pemilihan Presiden adalah pintu untuk  memperkuat konsolidasi kebangsaan dan demokrasi.

Setiap agama selalu mengajarkan kebaikan, karena itu paham radikalisme jangan di politisir menjadi isu agama, karena sesungguhnya mereka yang terpengaruh paham itu adalah korban ideologi sesat.

“Generasi muda bangsa ini harus diselamatkan. Negara harus tetap berdiri tegak di panji Pancasila. Karena itu hasil rekomendasi ini akan kami tindak-lanjuti kepada pimpinan DPR RI sebagai bahan masukan, ”  ujar Johnny Sitorus sang moderator di akhir diskusi. (drl)

Pos terkait