Surat Terbuka untuk Menteri Dalam Negeri

Catatan DR Maxi Egeten MSI, Dosen FISIP Unsrat mengenai pelantikan Bupati/Wakil Bupati terpilih Kabupaten Talaud
“Tindakan menghalangi proses pelantikan, merusak proses demokrasi rakyat Talaud”!!
DISKURSUS tentang pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulut dimana Gubernur tidak mau melakukannya karena berasumsi ada persoalan masa lalu Dr.Elly Lasut tentang jabatan bupati yang dituduhkan sudah dua periode, sesungguhnya merupakan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan juga merusak proses demokrasi lokal.
Bahkan Gubernur melalui Karo Pemerintahan mengembalikan dokumen yang berisi SK pelantikan, dengan alasan tidak sesuai harapan mereka. Dalam konteks ini, gubernur keliru memaknai permasalahan dua periode jabatan bupati karena faktanya tidak demikian. Bahkan KPU dengan diawasi Panwaslu telah melakukan verifikasi faktual sampai ke Depdagri dan menyatakan tidak ada masalah.
Hasil keputusan MK juga menyatakan demikian. Ketika gubernur masuk pada tataran ini dengan meminta Fatwa MA tentu sangat tidak relevan karena tahapan pencalonan sudah lewat.
Disamping itu, gubernur telah jauh memasuki domain lembaga lain yang nota bene bukan kewenangannya. Dengan keputusannya itu, Gubernur menampilkan gaya kepemimpinan tirani yang otoriter dimana terjadi pemaksaan kehendak meskipun menabrak aturan dan etika pemerintahan.
Gubernur lupa bahwa Pilkada merupakan proses demokratisasi yang menjadi momentum strategis untuk mengembalikan kedaulatan rakyat.
Perspektif kedaulatan rakyat( the soveregnty of the people) berpandangan bahwa sebuah kekuasaan berasal dari rakyat. Apa yang dilakukan Gubernur saat ini dpt menimbulkan kegaduhan yang bisa mengancam stabilitas politik di KabupatenTalaud dimana daerah ini merupakan wilayah perbatasan dimana secara nasional memiliki isu strategis. Padahal Gubernur memiliki tugas antara lain menjaga stabilitas politik daerah.
Berpijak pada argumentasi yang dikemukakan, maka kami memohon dan meminta tahapan pelantikan harus dilakukan. Kewenangan pelantikan sebagaimana teori atribusi juga sesuai aturan UU no 10 thn 2016 berada di tangan Gubernur. Tetapi kalau tidak mau melaksanakannya, sesuai aturan UU ini maka dilakukan oleh Mendagri. Sebagai contoh di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.***
Hormat Saya
DR Maxi Egeten S.IP, M.Si
(Dosen Fisip Unsrat Manado/Staf Ahli DPD-MPR RI)
Komentar