Hemmm…. Wahai DPRD Minut, Setujuilah Pembayaran Lahan Shintya Rumumpe!!

IndoBRITA, Minut–Pembebasan lahan perkantoran bupati yang diklaim milik Shintya Rumumpe (anak Vonni Panambunan), benar-benar menyita perhatian publik Minahasa Utara.  Suguhan ‘jamuan’ perseteruan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemkab, kian mengerucut.

Kedua institusi ini saling lempar tanggapan di media. Polemiknya sederhana, yakni menyangkut ganti rugi lahan yang luasnya sekira 35 hektar, dan kini sudah didirikan 12 perkantoran.

Bacaan Lainnya

Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPD) dikomandai Sekda Jimmy Kuhu serta Petrus Macarau selaku Kaban Keuangan, terkesan ngotot untuk ganti rugi. Skema pembayaran berbandrol Rp30 miliar tersebut, mulai diskenariokan TAPD agar bisa diloloskan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2019.

Eitsss, tunggu dulu! Langkah berani pemkab mendapat ‘perlawanan’ sengit penghuni gedung Tumatenden.

Berty Kapojos selaku ‘panglima’ wakil rakyat pasang jangkar. Bersama tim Badan Anggaran (Banggar) DPRD, secara tegas menolak dana sebesar Rp30 miliar untuk dimasukan ke dalam APBD-P 2019 yang sementara dilakukan pembahasan secara bersama.

Baca juga:  E2L-HJP pe Horas

Menurut Kapojos yang oleh rakyat Minut dipercayakan duduk di Gedung Cengkih periode 2019-2024 ini, usulan ganti rugi lahan dan dimasukan sebesar Rp30 miliar oleh Pemkab Minut melalui TAPD, sangatlah berlebihan. Sebab berdasarkan bukti-bukti yang dimasukan masyarakat lewat aspirasi bahwa tanah tersebut sudah dibayarkan sejak awal periode pertama kepemimpinan Bupati Vonnie Anneke Panambunan (VAP).

“Angka senilai Rp30 miliar, itu terlalu besar jika memang harus dibayarkan, sementara APBD-P kita berdasarkan Sisa Lebih Pagu Anggaran (SILPA) 2018 itu hanya ada sebanyak Rp68 miliar, habis donk? Sementara kami juga sudah melihat bukti pembayaran tanah perkantoran yang dipersoalkan ini,” beber penguasa Gedung Tumatenden dua periode ini.

Plt Kaban Keuangan Petrus Macarau tak tinggal diam. Lelaki yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minut saat peristiwa pemecah ombak di Likupang bergulir di Pengadilan Tipikor, menguraikan bahwa hingga detik ini tidak ada bukti-bukti dalam hal sertifikat yang menunjukan bahwa lahan sekira 35 hektar tersebut adalah milik pemerintah Minahasa Utara.

Baca juga:  Polres Minsel Gelar Upacara Hari Kesaktian Pancasila

“Tak ada bukti. Hanya ada data hibah 4,5 hektar yang milik Pemkab Minut, itu di luar lahan yang pembebasannya diusulkan dalam APBD-P 2019. Selain itu, penataan aset merupakan masukan atau rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Sulut, berupa penataan aset daerah,” pungkas Macarau, Rabu 28 Agustus 2019.

Siapa yang benar soal tanah sengketa ini? Apakah sudah dibayarkan atau belum dibayarkan? Tentunya dibutuhkan pembuktian mendalam dan wajib melibatkan aparat penegak hukum.

Ironi, jika institusi sekuat pemerintah kabupaten, lalai dalam hal-hal penataan aset, apalagi terkait area perkantoran. Namun jika belum pernah dibayarkan, DPRD sebaiknya menyetujuilah pembebasan lahan tersebut.

“Aset itu adalah persoalan mendasar. Sangat aneh kalau Pemkab Minut tak melakukan penataan. Apa kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) selama ini, jika kantor yang dibangun sejak 2006 lalu, tidak disertai dengan dokumen pendukung? Ini organisasi pemerintah bukan organisasi ilegal. Harusnya lebih tertib dalam hal-hal seperti ini,” pungkas Arnold warga Airmadidi.(rus)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari INDO BRITA di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP

Pos terkait