IndoBRITA, Minut—Munculnya Akta Perdamaian dari penggugat lahan Pemkab Minut yakni Shintia Rumumpe yang tidak lain anak Bupati Minut Vonnie Panambunan dengan putusan Pengadilan Negeri Airmadidi Nomor: 20/Pdt.G/2019/PN.Arm tertanggal 28 Februari 2019, menimbulkan kecurigaan sejumlah kalangan.
Bahkan anehnya, Pemkab Minut sebagai tergugat serta pengacara mereka sama-sama ngotot untuk membayar sejumlah lahan sengketa yang diakui belum dibayarkan oleh Pemkab Minut dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2019.
Dikatakan anggota DPRD Minut terpilih periode 2019-2024 Harry Azhar, aparat hukum perlu menelusuri Akta Perdamaian tersebut, diduga ada persekongkolan antara penggugat dan tergugat
“Bukti-bukti yang ada sudah lebih dari cukup untuk dijadikan alasan memanggil pihak-pihak terkait dalam Pansus dan atau mengambil langkah hukum lainnya berupa laporan ke pihak berwajib. Akta perdamaian ini bisa menjadi alat bukti persekongkolan antara pengguat dan tergugat yang adalah anak dan ibu. Rakyat Minut perlu terus memantau persoalan ini,” tutur Azhar, Senin 2 September 2019.
Sementara, Noch Sambouw seorang mediator asal Minut menjelaskan, akta perdamaian bersifat tidak mengikat untuk dijadikan dasar untuk pembayaran. Karena yang tercantum dalam isi perjanjian itu cacat dan tidak mengikat. Kalau dijadikan akta maka akta itupun akan cacat.
“Akta perdamaian setelah melalui tahapan mediasi adalah sah apabila isi dari akta perdamaian tersebut tidak bertentangan dengan aturan dan tidak merugikan pihak lain, termasuk kepentingan masyarakat umum apalagi merugikan keuangan negara,” terang Sambouw.
Hal senada dikatakan Roland Maringka, dimana sikap pemerintah daerah yang menyetujui Akta Perdamaian tidak menggunakan Jaksa Pengacara Negara. “Aturannya seperti itu, baru kali ini saya lihat terobosan baru dari Pemkab berdamai untuk kalah,” tutup Maringka.(rus)