indoBRITA, Manado-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Sulut mengusulkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2020 sebesar Rp3,5 juta. Kisaran itu menurut Koordinator Wilayah (Korwil) KSBSI Sulut, Jack Andalangi sesuai pertumbuhan ekonomi di daerah Nyiur Melambai yang relatif lebih baik dari provinsi lain di Indonesia. Di sisi lain banyak buruh yang masih hidup melarat atau pas-pasan.
“Pemerintah Provinsi Sulut harus memikirkan kesejahteraan dan keberpihakan terhadap buruh melalui penetapan UMP yang layak. Kisaran Rp3,5 juta dalam perhitungan kami tidak memberatkan investor atau kalangan pengusaha. Ini angka yang ideal bagi pekerja dan pengusaha,” kata Jack kepada indoBRITA Media Group, Senin (28/9/2019).
Usulan Rp3,5 juta menurut Jack juga disepakati KSBSI dengan memerhatikan inflasi 3,63 % dan pertumbuhan ekonomi Sulut 5,48 %. “Kami juga mempertimbangkan stabilitas daerah dan peningkatan investasi. Dengan upah yang layak buruh atau pekerja akan bekerja dengan tekun sehingga produktivitas meningkat. Peningkatan produktivitas menjadi daya tarik investasi,” ucapnya.
Aktivis yang sudah beberapa kali mengikuti pertemuan buruh sedunia di sejumlah negara ini menyebut perhitungan yang selama ini dipakai dalam penetapan UMP kerap tak menunjukkan keadilan pada kalangan pekerja. “Pemerintah perlu turun ke lapangan dan mengunjungi rumah atau kontrakan para pekerja supaya bisa mengetahui kalau mayoritas pekerja di Sulut hidup memprihatinkan,” ungkapnya.
Alumnus FISIP Universitas Sam Ratulangi Manado ini menuturkan upah Rp3,5 juta sesungguhnya belum bisa mencukupi kebutuhan pekerja yang sudah berkeluarga. Kisaran itu hanya cukup buat pekerja lajang atau yang belum menikah.“Tenaga kerja yang sudah berkeluarga dengan masa kerja di atas satu tahun wajib diberikan upah dengan memakai struktur dan skala upah,” ungkapnya.
Jack menegaskan jika kenaikan UMP setiap tahun justru memacu pertumbuhan ekonomi. Ia menjamin tak ada investor yang hengkang hanya karena kenaikan UMP. “Investor yang hengkang berdasarkan riset dari ILO disebabkan karena pengurusan izin yang berbelit-belit dan birokratis serta banyak pengutan liar,” ujarnya. (egn/adm)