indoBRITA, Manado-Sejumlah orang tua napi meminta Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly segera mencopot Kakanwil Hukum dan HAM Sulut dan pimpinan lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) yang dianggap tidak becus dalam kinerja menjaga hak asasi narapidana.
Para orang tua napi menilai Kakanwil KemenkumHAM dan pimpinan lapas/rutan abai dalam pemberlakuan atau protokol kesehatan yang mewajibkan orang menjaga jarak satu dengan yang lain atau social (physical) distancing.
“Kinerja yang tidak mengontrol secara rapi dan ketat di wilayah bawahan, hasilnya over capasity atau kelebihan hunian. Ini pelanggaran. Sebaiknya Pak Menteri Yasonna Laoly mencopot Kakanwil KemenkumHAM Sulut,” ujar salah satu orang tua napi yang meminta namanya tak dipublish kepada wartawan di Manado, Jumat (3/4/2020).
Dari pengakuan para orang tua napi, dalam satu kamar berukuran 6×5 meter dihuni 15 orang. Kamar yang lebih kecil 3×4 meter dihuni 8 orang. Begitupun kamar panjang berukuran 10×4 meter dihuni 22 orang.
“Kami menerima informasi anak-anak kami, mereka dibiarkan makan, tidur dan aktifitas lain berdempetan. Tidur sekalipun hampir berpelukan sesama napi. Padahal wajib jaga jarak,” kata orang tua napi lainnya.
Hal yang paling menyakitkan keluarga narapidana, adalah kebiasaan buruk pegawai atau ASN di lapas yang kerap menahan berkas pengurusan cuti bersyarat dan bebas bersyarat. Puluhan napi yang seharusnya sudah bebas bersyarat masih tertahan dalam lapas.
“Pimpinan lapas bilang aman tidak ada pungutan. Tapi kontrol di bawahan tidak jalan. Berkas tertahan. Selalu alasan salah ketik, salah input data, jaringan internet rusak, keluarga sakit. Suka-suka mereka,” ungkapnya.
Nah keadaan over capasity di lapas itu menurut para orang tua napi karena pegawai tidak jujur mengurusi administrasi napi. “Ada kecenderungan malas urus berkas dan menahan atau mengulur pengurusan,” ujar salah satu keluarga napi Lapas Manado.
Kondisi paling memilukan menurut mereka ada di Lapas Manado. Padahal sejak awal pemberlakuan social distancing, mestinya Kanwil KemenkumHAM segera berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal KemenkumHAM RI di Jakarta mengenai kondisi riil di masing-masing rutan dan lapas.
Kenyataannya, Kanwil KemenkumHAM Sulut membiarkan semua UPTD bekerja tanpa arah.
“Kami menilai lembaga ini tertutup soal hak asasi narapidana. Berita yang keluar selalu aman, aman, aman. Padahal anak-anak tidur berdempetan di kamar,” singgung mereka.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly sudah menerbitkan payung hukum agar lapas dan rumah segera membebaskan narapidana yang sudah layak menjalani masa hukuman melalui program integrasi.
Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 Tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19, menjadi payung hukum yang dapat diambil lapas dan rutan se-Sulut. (*)