indoBRITA, Jakarta-Lembaga Pemantau Penyakit KKN Pejabat (LP2-KKNP) resmi melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bitung, Frenkie Son dan Kasie Pidsus Andreas Atmadi ke Komisi Kejaksaan (Komjak), Jaksa Agung Bidang Pengawasan (Jamwas) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan ini membuktikan keseriusan LP2-KKNP mengawal dugaan korupsi yang disangkakan kepada Dinas Penamanan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Kota Bitung, AGT alias Andri oleh Kejari. Ketua LP2-KKNP Stenly Sendouw menyebut penetapan tersangka tak sesuai aturan dan terkesan dipaksakan.
“Ada upaya krimanalisasi terhadap AGT. Kami datang ke Komjak, Jamwas dan KPK untuk meminta keadilan hukum,” kata Stenly kepada wartawan usai memasukkan berkas laporan ke tiga intitusi tersebut di Jakarta, Senin (29/3/2021).
Laporan LP2-KKNP diterima dengan nomor 6076-0296/BTTK/KK.“Semua komisioner Komjak sedang di Bogor. Tapi, laporan ini akan saya teruskan ke kepala sekretariat. Semua laporan pasti diproses,” ucap staf administrasi Angel Rehulina.
Sementara di Jamwas, Stenly dan Wakil Ketua LP2-KKNP Petrix Chairul diterima Elqis dan Bambang Nursanjaya dari bagian administrasi. “Semua laporan diproses dengan cepat,” ujar Bambang.
Selanjutnya di KPK, Stenly dan Petrix dilayani beberapa staf humas. LP2-KKNP membawa kasus ini ke KPK karena menduga Kejari menerima sesuatu dari pihak tertentu.
Di lembaga anti rasuah ini, laporan LP2-KKNP teregister dengan nomor OO1/LP2KKNP/III/2021. Sejumlah staf humas KPK melayani dengan ramah“Kami akan melanjutkan laporan ke Presiden RI dan Komnas HAM mengingat kriminalisasi adalah bentuk pelanggaran hak asasi berat,” kata Stenly.
Aktivis vokal ini optimistis laporannya diterima dan ditindaklanjuti dengan cepat. “Penetapan AGT tak sesuai aturan dan terkesan dipaksakan. Saatnya kita bergerak melawan upaya kriminalisasi terhadap pejabat atau siapa pun. Kita tidak boleh tinggal diam jika ada ketidakadilan,” kata Stenly yang dibenarkan Petrix.
AGT sendiri sudah mengambil langkah praperadilan karena merasa dirinya dirugikan. Dalam beberapa sidang, kuasa hukum AGT Irfan Tanjung dan Maikel Jakobus menyebut bukti yang disodorkan lemah.
Keduanya optimistis dapat memenangkan sidang. Keyakinan Irfan dan Maikel diperkuat pakar hukum dari Universitas Sam Ratulangi DR Rafly Pinasang. Menurutnya penetapan itu cacat secara hukum.
“Penetapan seseorang sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, pidana harus benar-benar mengetahui berapa kerugian negara yang ditimbulkan. Penyidik harus memiliki bukti yang otentik dan sah,” kata ahli hukum pengadaan barang dan jasa serta keuangan ini.
Keyakinan bahwa AGT tidak melakukan penyimpangan aturan disampaikan Kepala Inspektorat Bitung, Ray Suak. “Undang-undang nomor 30 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah nomor 12 dalam setiap penanganan kasus dugaan korupsi atau hal yang dapat menyebabkan kerugian negara, harus melibatkan APIP dalam hal ini inspektorat,” ujarnya.
Sejatinya menurut dia, kejaksaan maupun Polres berkoordinasi dengan inspektorat terlebih dahulu dalam penyelesaian sejumlah perkara yang dilaporkan ke aparat penegak hukum. “Kalau tak dapat diselesaikan, baru diberikan surat rekomendasi untuk ditindaklanjuti,” ucapnya.
Namun dalam kasus AGT, inspektorat tak dilibatkan. “UU nomor 30 tahun 2014 diabaikan,” katanya.
Inspektorat sendiri sudah melakukan audit untuk belanja modal tahun 2019 di DPMTSP Bitung. Dari hasil audit tersebut, tidak ditemukan adanya kerugikan negara.
Namun begitu, Ray mengakui jika ada beberapa dokumen dalam item belanja yang kurang lengkap secara administrasi. “Hanya saja ini sudah dilakukan rekomendasi untuk perbaikan,” ujarnya.
Namun begitu, Kepala Kejari Bitung Frankie Son tetap santai. Menurut dia, penetapan AGT sebagai tersangka sudah sesuai aturan. (*/adm)