Usai Dipenjara,  Perempuan Ini Kembali Dituntut Perkara Yang Sama 

Ilustrasi palu sidang.(ist)

IndoBRITA, manado–Sidang tuntutan perkara yang diduga ne bis in idem (pokok perkara yang sama) di Pengadilan Negeri (PN) Manado mengalami penundaan lebih dari tiga kali. Alasan penundaan sidang tuntutan perkara yang melibatkan pelapor Anshar atau Ardan dan terdakwa MS atau Mey belum jelas. Sementara pengacara hukum dan terdakwa intens memenuhi undangan sidang tuntutan sejak November 2021 lalu.

Dilansir dari Komentar.ID,kuasa hukum terdakwa Mey, Ronald Aror SH, mengaku kurang tahu persis apa alasan penundaan. Padahal tiap kali datang di PN Manado, informasi yang diterima selalu tunda. ”

Bacaan Lainnya

Ini sudah lebih dari tiga kali penundaan,” ungkap, Rabu (12/02/2022), di PN Manado.

Kendati penundaan berulang-ulang, Ronald mengatakan pihaknya tidak pernah alpa.

“Kita tetap mengikuti semua alur persidangan. Terkecuali kalau berhalangan sakit yang dibuktikan dengan adanya surat keterangan dari dokter dan atau rumah sakit terkait,” kata Ronald, di PN Manado, Rabu (12/01/2022).

Diketahui, terdakwa Mey dilaporkan lagi atas pokok perkara yang sama, yang dihadapinya pada 2017 silam. Atas perkara ini, Mey mendapat putusan hakim nomor 396/Pid.B/2017/PN.Mnd tertanggal 5 Desember 2017 yakni penjara kurungan badan selama 3 tahun. Mey menjalani kurungan badan di Rumah Tahanan Klas IIA Manado.

Tercatat bahwa pada saat itu, lelaki Anshar tampil depan hakim, sebagai saksi yang memberatkan terdakwa. Tapi anehnya, PN Manado mengeluarkan salinan putusan pada tanggal 6 Desember 2017, Anshar melaporkan perkara yang sama di Polda Sulut pada  tanggal 7 Desember 2017.

Setelah Mey menjalani masa kurungan badan, penyidik Polda Sulawesi Utara memulai penyidikan lagi atas kasus yang sama. Pada proses penyidikan, muncul aroma intervensi oknum jaksa AC termasuk atasan penyidik. Intervensi tak lazim itu terungkap bahwa oknum jaksa meminta penyidik tidak memasukan salinan putusan hakim tahun 2017 dan Keterangan Ahli dalam penyidikan. Padahal, itu dua hal sebagai bukti bahwa Mey sudah menjalani hukuman.

“Oknum jaksa meminta penyidik tidak menyertakan bukti putusan terdahulu dan keterangan ahli. Sehingga terkesan kasus ini masih baru,” ujar sumber internal kepolisian, Rabu (22/12/2021), di Manado.

Baca juga:  Tatap Muka dengan Personel dan Bhayangkari, Kapolres Minsel Tekankan Pola Hidup Sederhana

Buntutnya, terdakwa Mey menjalani lagi proses persidangan di PN Manado.

Dugaan perkara ne bis in idem juga terungkap dalam serangkaian sidang pemeriksaan terdakwa, saksi korban, saksi yang dihadirkan terdakwa, dan ahli hukum.

Ahli hukum Dr Jhonny Lembong SH MH yang dihadirkan terdakwa Mey di persidangan, berpendapat bahwa perkara yang dihadapi Mey dengan pelapor lelaki Anshar bersifat ne bis in idem. Dalam sidang yang digelar pada Kamis (30/9/2021), Lembong menegaskan substansi perkara bukan soal keadilan.

“Tapi kepastian hukum untuk terdakwa,” pakar hukum Universitas Sam Ratulangi itu.

Kemudian ia menerangkan, bahwa sebuah perkara disebut ne bis in idem bukan soal locus dan tempus (tempat dan waktu) yang sama atau berbeda. Tapi titik beratnya apakah pokok perkara itu sudah dihadapi terdakwa atau tidak.

“Bukan soal korbannya banyak atau tidak. Jika korbannya merupakan rangkaian orang-orang yang saling berkait, atau sekelompok orang, kemudian perkaranya sudah diputuskan, seseorang tidak bisa lagi dilaporkan atas perkara yang sama meski korbannya nama lain. Kalau dilaporkan lagi meski nama korban berbeda, itu disebut ne bis in idem. Perkara tidak dalam kategori ne bis in idem, jika korban yang satu tidak berkaitan dengan korban yang lain. Juga pidana tidak berfokus pada kerugian tapi pada perbuatan. Sehingga apabila putusan dahulu telah memutuskan adanya sanksi hukuman terhadap suatu perbuatan namun dalam putusan tersebut tidak mengakomodir kerugian korban lain serta jika peristiwa itu adalah dalam satu rangkaian maka hal ini dapat dikatakan sangat erat kaitannya dengan asas hukum ne bis in idem terhadap peristiwa tersebut ” jelas Lembong.

Ia memberi contoh kasus First Travel yang menyeret ratusan korban.

“Yang melapor beberapa orang. Korban yang lain tidak melapor. Nah apa jadinya pengadilan jika 1000 korban melaporkan masing-masing,” tutur Lembong.

Penjelasan Lembong tersebut menguatkan keterangan dua saksi dalam persidangan sebelumnya.
Saksi yang dihadirkan pelapor Ardan yakni IRT Telly Lumuhu maupun saksi dari terdakwa Zeth Sasiwa sama-sama menegaskan bahwa, keduanya sudah bersaksi di PN Manado untuk pokok perkara yang sama empat tahun lalu.

“Sebelum persidangan ini, apakah saudara saksi tahun bahwa perkara ini sudah pernah disidangkan sebelumnya. Apakah saudara saksi pernah memberikan keterangan sebagai saksi depan majelis hakim waktu itu?,” tanya kuasa hukum terdakwa Mey, kepada Telly Lumuhu, saksi yang dihadirkan pelapor Anshar.

Baca juga:  Kantong Parkir Bus Disiapkan Saat Misa Paus Fransiskus di GBK, Ini Daftarnya

“Pernah pak. Tahun 2017 lalu. Saya bersaksi atas permintaan terdakwa Mey waktu itu. Dan Mey sudah dihukum. Itu laporan Luth Garda tapi dalam dakwaan ada tuntutan Ardan,” jawab saksi Telly Lumuhu.

Pada bagian selanjutnya, kuasa hukum bertanya ke saksi Zeth Sasiwa yang hadir secara virtual.

“Apakah saudara saksi tahu bahwa terdakwa Mey pernah dihukum sebelumnya atas pokok perkara yang sama?,” tanya kuasa hukum.

”Pernah pak. Mey sudah menjalani hukuman tahun 2017,” jawab Zeth Sasiwa.

Kembali pada penjelasan kuasa hukum terdakwa, Ronald Aror SH menuturkan, ada pokok perkara tahun 2017 silam yang dihadapi terdakwa Mey, lelaki Ansar hadir di persidangan dengan kapasitas sebagai saksi korban. Sementara dalam dakwaan pokok perkara tahun 2017 silam, kesaksian Anshar ikut disertakan.

“Anshar juga ikut memberatkan klien kami dalam keterangan saksinya. Pada Kenyataan perkara saat ini yang menjadi pelapor dan korban adalah Ansjar memperjelas juga adanya kehadiran ibu Luth Garda Turut menjadi saksi dalam perkara yang sekarang ini yang menjelaskan peristiwa yang dialami adalah erat hubungannya dengan peristiwa sebelumnya dimana saksi Luth Garda saksi korban atau pelapor” jelas Roland Aror.

“Ansar (Ardan) telah memberikan keterangannya di persidangan di bawah sumpah yang juga telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam perkara in casu tentang kerugian lelaki Ansar sebesar Rp.750.000.000,” sambung Ronald Aror.

Di laporan kedua, Mey ditetapkan sebagai tersangka sesuai laporan polisi nomor 1035/XII/2017/SULUT/SPKT, tanggal 20 Desember 2017 di Polda Sulut. Ironisnya, perkara tersebut tembus ke meja Kejati Sulut.

Menurut Ronald, jelas bahwa itu menentang Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Penanganan Perkara yang berkaitan dengan azas Ne Bis In Idem.

Kemudian, pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas perbuatan yang telah
memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap”. (*)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari INDO BRITA di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP

Pos terkait