Oleh Alexander Mellese
LIONEL Messi dan Prabowo Subianto apa hubungannya? Tentu saja tak ada. Messi dan Prabowo beda negara, beda generasi, beda profesi, beda bahasa dan banyak perbedaan lainnya.
Saya sengaja memilih judul ini karena perjalanan karier keduanya yang menarik. Terutama perjuangan di masa-masa akhir karier mereka. Perjuangan berbumbu kesetiaan, komitmen, konstistensi dan kecintaan terhadap negara mereka.
Mari kita memulainya dari Messi. Bintang sepak bola dunia itu baru saja membawa Argentina meraih gelar juara Piala Dunia 2022 di Qatar. Messi dan Argentina sebenarnya bukanlah favorit utama di Qatar. Brasil, Prancis, Jerman dan Spanyol yang lebih diunggulkan menjadi kampiun pesta sepak bola terakbar di dunia itu.
Meski begitu, Argentina tetap menjadi sorotan. Faktornya karena Tim Tango punya Messi, pesepakbola terbaik dunia. Kemampuan Messi memainkan si kulit bundar memang luar biasa. Gocekannya menakjubkan dan selalu menyulitkan lawan. Ia raja assist. Ia juga finisher paling mematikan. Sebagai pesepakbola, ayah dari tiga anak ini komplit. Makanya dianggap sebagai dewa lapangan hijau.
Kepiawaian menggiring bola itu selaras dengan prestasinya. Messi peraih ballon d’or terbanyak. Ia juga mengantar Barcelona meraih banyak gelar. Dari La Liga, Liga Champion sampai juara piala dunia antarklub.
Tahun pertamanya di PSG pun berbuah trofi Liga Utama Prancis. Sementara di level negara, ia sukses membawa Argentina juara Olimpiade, juara Piala Dunia U-20 dan juara Piala Copa Amerika. Hanya satu gelar yang belum pernah dirasakannya selama berkarier di lapangan hijau. Gelar itu adalah Piala Dunia.
Tak heran bila aksi Messi di Qatar dinanti banyak orang. Penggemar sepak bola dari berbagai belahan dunia yang datang ke Qatar memberi dukungan untuk La Pulga, julukan Messi.
Mereka tahu kalau pentas di Qatar bakal menjadi penampilan terakhir Messi di Piala Dunia. Maklum usia Messi sudah 35 tahun. Empat tahun lagi ia berumur 39 tahun. Jadi kemungkinan besar Piala Dunia Qatar merupakan yang terakhir kalinya bagi La Pulga.
Jika gagal di Qatar, maka selamanya ia tak akan pernah menggenggam trofi Piala Dunia. Dengan materi pemain Argentina yang rata-rata muda dan minim pengalaman, banyak kalangan memprediksi Messi sulit meraih mimpi besarnya itu.
“Secara materi Argentina tak sebaik Brasil, Prancis, Belgia, Jerman dan Spanyol. Namun, saya berharap Messi memboyong trofi Piala Dunia. Ia pesepakbola terhebat di dunia saat ini,” ujar Nurdin Halid, mantan Ketua Umum PSSI yang datang ke Qatar hanya untuk menyaksikan penampilan Messi.
Messi sadar kalau ia jadi pusat perhatian. Di lapangan ia akan mendapat pengawalan khusus agar tak leluasa mengkreasi serangan Argentina. Di luar lapangan, ia jadi topik utama pembicaraan. Namun, ia tidak terbeban dengan itu.
Komitmennya sebagai pemain profesional untuk selalu menunjukkan performa terbaik itu yang ada di benaknya. Kesetiaannya terhadap keluarga, terutama istri bersama anak-anaknya yang selalu menemaninya dan memberi semangat setiap bertanding tak mau ia sia-siakan. Serta paling utama adalah kecintaan terhadap negaranya membuat pemain yang lahir di Rosario Argentina 24 Juni 1987 itu tampil enerjik di setiap pertandingan.
Messi memang ingin mempersembahkan kado terindah untuk negaranya. Kado berupa trofi Piala Dunia. Makanya setiap pertandingan dijalaninya dengan semangat, kesungguhan dan kerja keras. Inilah yang menjadi pembeda Messi dengan pesepakbola lainnya.
Suami wanita cantik Antonella Roccuzzo itu benar-benar menunjukkan kelasnya sebagai pesepakbola nomor satu dunia selama event terakbar itu berlangsung di Qatar. Sempat kalah di laga perdana, Messi mampu memotivasi rekan-rekannya untuk tampil spartan di laga selanjutnya.
Setiap bola di kaki Messi pertanda bahaya bagi lawan. Kakinya seperti bermata bisa melihat celah di area gawang lawan. Umpannya terukur. Ia juga sulit dihentikan meski kerap dijaga dua atau tiga pemain
Saat babak empat besar, Messi meliuk-liuk melewati hadangan beberapa bek terbaik Kroasia. Padahal sebelumnya pertahanan Kroasia dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Ditunjang kecepatan yang dimilikinya, Messi mampu mengirim umpan terukur yang memudahkan Alvarez mencetak gol. Di partai Semifinal tersebut, Argentina mengubur Kroasia dengan skor telak 3-0. Krosia ini yang menyudahi langkah tim favorit Brazil di perempatfinal.
Kepiawaian mengkreasi serangan makin lengkap dengan kepemimpinannya sebagai kapten Argentina. Kepemimpinan Messi terpotret jelas kala tim besutan Lionel Sebastián Scaloni itu menyingkirkan Belanda di babak delapan besar dan Prancis di partai puncak melalui drama adu penalti.
Dua lagi ini sangat mengurasi tenaga dan emosi pemain di lapangan. Mental pemain-pemain muda Argentina mulai goyah. Terutama saat wakil Amerika Latin itu terkejar di menit-menit akhir waktu normal. Beruntung Messi punya Argentina. Ia mengayomi, menyemangati dan menyuntikkan semangat buat timnya hingga bermain apik kembali di laga perpanjang waktu sampai adu tos-tosan tendangan penalti.
Messi Cs mendominasi menit-menit krusial itu. Mereka menang. Argentina juara untuk ketiga kalinya. Pemain dengan tinggi 169 cm ini akhirnya mengangkat trofi Piala Dunia. Tak hanya itu, Messi juga didapuk sebagai pemain terbaik turnamen. Messi menyempurkan semua gelar yang pernah diraihnya selama berkarier di lapangan hijau.
Sukses di Qatar membuat Messi satu-satunya pesepakbola yang meraih semua gelar kejuaraan bergengsi. Ia mengungguli legenda dunia lainnya seperti Maradona, Pele dan Christiano Ronaldo (CR7). Maradona pernah mengantar Argentina juara dunia, tapi gagal mengangkat trofi Piala Copa Amerika dan Liga Champion. Pele sukses membawa Brasil tiga kali juara Piala Dunia, hanya saja ia kalah di level klub. Apalagi Pele tak pernah mentas di Eropa. Sementara CR7 tak pernah merasakan gelar Olimpiade dan Piala Dunia.
Messi pada akhirnya membuktikan jika usai bukan penghalang untuk berprestasi. Usai boleh menua, tapi semangat harus tetap terjaga. Ia memperlihatkan kekuatan sesungguhnya terletak pada kesetiaan, konsistensi, komitmen dan kecintaaannya terhadap sepak bola, terutama buat negaranya. Itulah kunci suksesnya membawa Argentina juara Piala Dunia 2022. Sukses yang mengukuhkan dirinya sebagai sebagai greatest footballer of all time atau GOAT.***
Perjuangan di penghujung karier seperti Messi juga kini dilakoni Prabowo Subianto. Jika Piala Dunia Qatar disebut penampilan terakhir Messi di ajang sepak bola empat tahunan di planet ini, maka pemilihan presiden (Pilpres) 2024 merupakan kesempatan terakhir bagi jenderal berdarah Banyuwangi dan Minahasa itu untuk berpartisipasi sebagai salah satu kandidat.
Jika Pilpres 2024 kembali kalah, maka takdir memang tidak berpihak kepada mantan Danjen Kopassus itu. Selamanya ia tak akan pernah menjadi Presiden RI. Prabowo tahu itu.
Walau begitu, Prabowo tak terbeban. Ia terlihat tenang dan lebih santai. Dibanding perhelatan demokrasi tahun-tahun sebelumnya, pembawaan Prabowo kali ini jauh lebih tenang dan elegan. Ia bijaksana menanggapi berbagai serangan yang dialamatkan padanya dan partainya. Ia tak marah dan tak dendam kala Anies Baswedan memutuskan ikut maju sebagai salah satu calon. Padahal mantan Gubernur DKI Jakarta itu sebelumnya menyampaikan untuk mendukung Prabowo maju di Pilpres lagi.
Dalam berbagai survei, Prabowo bersaing ketat dengan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Ketiganya saling bergantian berada di posisi teratas. Sementara secara partai, Gerindra yang dipimpin jenderal pencetus beasiswa Supersemar itu selalu di posisi kedua, di bawah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Meski begitu, Prabowo tak boleh terlena dengan posisi tersebut. Pergerakan di lapangan menunjukkan relawan Ganjar dan relawan Anies jauh lebih gesit mencari dukungan buat jagoan mereka. Kegesitan relawan Ganjar dan Anies ini menempatkan Prabowo sebagai bakal calon presiden (Bacapres) yang bukan favorit. Ini mirip-mirip Messi dan Argentina yang bukan unggulan atau favorit utama di Qatar. (Bersambung/Penulis adalah CEO indobrita dan emmc grup)