Oleh Alexander Mellese
MARI lihat pemberitaan di berbagai televisi nasional. Saban hari selalu ada berita soal deklarasi dukungan relawan Ganjar dan Anies. Prabowo? Relawannya seperti senyap. News soal Prabowo lebih pada kegiataan kepartaian atau posisinya selaku Menteri Pertahanan RI.
Apakah ini pertanda Prabowo kurang pendukung? Sama sekali tidak. Pendukung putra begawan ekonomi Sumitro Jojohadikusomo itu bejibun. Mereka ada di semua penjuru Tanah Air. Mereka dari Sabang sampai Merauke. Hanya belum bergerak.
Rolly Wenas, salah satu pendukung Prabowo menyebut semua relawan belum menampakkan diri karena faktor strategi saja. Rolly Cs lebih membangun soliditas relawan secara internal.
Rolly dan semua relawan Prabowo tak ambil pusing dengan sepinya kegiatan. Toh Prabowo sudah pasti dapat tiket. Bukankah Jauh-jauh hari Gerindra dan PKB sudah memastikan dukungan buat Prabowo. Gabungan dua partai ini sudah memenuhi syarat mengusung calon.
Beda dengan Ganjar dan Anies yang perlu melewati proses sedikit berliku untuk bisa menggenggam tiket. Makanya peran relawan cukup penting. Dukungan relawan di berbagai wilayah ini menjadi daya tarik dan daya tawar partai menentukan kandidat. Dukungan itu pula menaikkan elektoral calon.
Nah, posisi Prabowo tertinggal dari aspek dukungan relawan. Sinarnya seperti meredup. Namanya tidak menggema. Padahal dalam kontestasi besar seperti Pilpres, nama itu harus terus digemakan. Semakin menggema, semakin diingat hingga pada akhirnya orang jatuh hati untuk memilihnya.
Prabowo harus membaca ini sebagai tanda awas. Begitu pula dengan PKB dan Gerindra. Membiarkan relawan Ganjar dan Anies berkreasi akan mempersempit ruangan Prabowo mendapatkan suara atau dukungan. Dua partai pengusung harus bergerak cepat. Semua sel, seluruh simpul harus diaktifkan. Jangan ada ruang dan wilayah yang jadi basis Prabowo direbut.
Tapi, saya tidak tahu kenapa itu belum dilakukan. Boleh jadi Prabowo bersama PKB dan Gerindra lebih memilih counter attack. Biarkan lawan terkuras tenaganya dulu, biarkan mereka membuka simpul-simpulnya supaya ketahuan untuk kemudian dirontokkan. Strategi ini sesuai apa yang disampaikan Rolly Wenas dan kawan-kawan.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Irfan Yusuf Hasyim dalam satu kesempatan di Jakarta mengakui Koalisasi Indonesia Raya (KIR) memang punya strategi baru yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Strategi baru ini menyeimbangkan nalar elektabilitas dan logika elit serta dukungan relawan atau rakyat. Artinya memang PKB dan Gerindra sudah yakin dengan simpul-simpul yang mereka pasang.
Strategi baru ini pula menghindarkan Prabowo dari polarisasi dan politik identitas. Prabowo ditempatkan sebagai pemimpin yang diterima semua kalangan. Dengan begitu Prabowo yang disebut Gus Dur sebagai pemimpin paling tulus membangun bangsa menjadi titik sentral.
Posisi yang sama dengan Messi di Qatar. Sepanjang perhelatan Piala Dunia 2022, Argentina tak diunggulkan. Tapi kemudian dukungan penonton berbalik arah karena figur sentral Messi.
Kembali ke calon presiden, dari tiga figur yang disebut sebagai kandidat paling kuat, memang Prabowo yang kecenderungannya lebih cocok sebagai figur sentral dan lebih diterima semua kalangan. Budayawan dan tokoh intelektual muslim Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun menyebut Ganjar sulit diterima pendukung Anies. Sebaliknya Anies tak bakalan mendapat sokongan dari pendukung Ganjar.
Potret Prabowo sebagai calon yang lebih diterima semua kalangan tentu memudahkan PKB-Gerindra berkampanye. Ketika pendukung masing-masing calon lelah saling berhadap-hadapan, saling bully, mereka akan digiring pada kesamaan cara pandang untuk memilih figur sentral yang bisa diterima kalangan.
Sudahi cebong, akhiri kadrun dan hentikan saling fitnah. Lebih penting menatap masa depan dengan memilih pemimpin yang bisa mengayomi semua elemen. Pemimpin itu ada dalam diri Prabowo. Itu yang sebaiknya digemakan simpatisan Prabowo di berbagai daerah.
Jika kesadaran soal pemimpin yang diterima semua kalangan muncul, maka tak perlu lagi turun joget dan teriak-teriak di jalan. Jika semua sepakat mengakhiri polarisasi, tak akan ada lagi saling umbar keburukan calon, apalagi membawa simbol-simbol agama, suku, ras dan antargolongan.*** (Bersambung/Penulis adalah CEO indobrita dan emmc grup)
.