Jeritan Ahli Waris AG Iringi Perjalanan Investasi PT IWIP, Nur: Pak Jokowi Tolong Kami

Nuraini (foto" dok SP)

indoBRITA, Ternate– Kehadiran PT Indonesia Weda Bay Indutsrial Park (IWIP) di Desa Lelilef, Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara (Malut) memang berkah bagi indutsri pertambangan Tanah Air. Dengan investasi yang terbilang fantastis, kurang lebih US$ 19,1 juta sampai tahun 2025, keberadaan PT IWIP berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan penyerapan puluhan ribu pekerja.

Truk pengangkut biji nikel di area PT IWIP (Foto: dok Greinny)

Namun, investasi besar perusahaan yang melakukan pengolahan nikel itu rupanya menjadi malapetaka bagi ahli waris Alexander de Gorio (AG). Di atas lahan yang mereka sebut warisan dari leluhur itu sudah berdiri area perkantoran, smelter, power plan dan aktivis pertambangan.

Bacaan Lainnya

Lima ahli waris Alexander de Gorio yakni Johan de Gorio (67), Sarah Usman de Gorio (62), Muchlis de Gorio (60 tahun), Jufri de Gorio (53) dan Nurdiana de Gorio (52) menjerit. Tapi jeritan mereka tak terdengar. Jeritan dan tangisan mereka mengiringi perjalanan investasi tak sedikit yang digelontorkan perusahaan yang dipimpin sejumlah eksekutif asal Cina itu.

“Suara kami rakyat kecil tak sampai. Presiden Jokowi tolong kami,” kata Johan de Gorio saat dihubungi melalui telepon seluler.

Mengacu pada penetapan Pengadilan Agama Soasio, Malut nomor 20/Pdt.O/2020/PA.SS tertanggal 6 Mei yang ditandatangani Mursal Ayub Sag selaku panitera, seharusnya suara mereka didengar. Berdasarkan penetapan tersebut, kelimanya adalah pewaris sah di atas lahan disebut-sebut sudah menghasilkan keuntungan tak sedikit bagi PT IWIP.

Kepemilikan atas tanah yang membentang di kawasan pertambangan itu makin kuat dengan adanya egeindom verbonding eugendom verb no 64 yang diterbitkan di Manado 18 Desember 1924. “Tanah itu jelas milik leluhur kami Alexander de Gorio dan Usman de Gorio,” kata Nuraini, anak dari Sarah de Gorio.

Melalui media, kelima ahli waris dan sembilan cucu yang disebutkan dalam penetapan Pengadilan Agama Soasio tersebut berharap realita yang sesungguhnya terjadi bisa sampai ke Presiden Jokowi. “Kami tak tahu harus bagaimana. Namun kami tetap memendam asa bisa mendapatkan apa yang menjadi hak kami,” ucap Nur, sapaan akrab Nuraini.

Baca juga:  Dapat Nomor Spesial, Olly-Steven: Salam M3nang Total

Gebuk Mafia Tanah

Pengaduan Nur dan para ahli waris Alexander de Gorio ke Jokowi melalui media bisa dimaklumi. Di berbagai kesempatan, Presiden Jokowi menginstruksikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), seluruh kepala daerah dan Kapolda menggebuk mafia tanah yang mencoba mempermainkan masyarakat.

Orang nomor satu di Indonesia itu berharap pemberantasan  mafia tanah menjadi prioritas. Pertimbangan  Jokowi, para  mafia tanah itulah yang sering menyulitkan  masyarakat dalam mengurus sertifikat.

“Saya sudah sampaikan ke Pak Menteri Hadi Tjahjanto agar tidak  memberi  ruang bagia mafia tanah menjalankan aksinya. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, yaitu rakyat,” ujar Jokowi saat memberi sambutan usai menyerahkan 1.552.450 sertifikat hak atas tanah untuk rakyat di Istana Negara, Jakarta, akhir Desember lalu 2022 lalu.

Penegasan Jokowi itulah yang memberi harapan bagi Nur dan semua keluarga ahli waris Alexander de Gorio untuk bisa mendapatkan hak mereka kembali. “ Kami percaya suatu saat keadilan itu datang,” ucapnya.

Dokumen Digelapkan

Nur sendiri mengakui jika sempat ada pihak lain yang sudah memalsukan dan menjual lahan milik mereka itu. Pihak yang dimaksud itu adalah Felix Baay.

“Felix Baay masih keluarga dekat kami juga. Dulu orang tua kami Usman de Gorio menitipkan surat-surat kepemilikan lahan ke Abdullay Baay, orang tua Felix Baay. Ketika itu anak-anak dari Usman de Gorio masih kecil-kecil,” Nur menguraikan.

Sayangnya surat-surat berharga itu justru tak dikembalikan ke pemilik yang sah. Felix Baay malah menjual kurang lebih 20-an hektar yang berisikan kebun kelapa  ke PT Weda Bay Nickel (WBN) dan PT IWIP seharga Rp2,5 miliar.

Atas terjadinya transaksi tersebut, Johan de Gorio dan empat ahli waris lainnya serta warga yang mengetahui status kepemilikan itu melakukan aksi  demonstrasi. Namun, massa tidak bisa berbuat apa-apa karena PT IWIP dan PT WBN menggunakan bantuan pengamanan.

“Selaku ahli waris, kami merasa yakin Felix Baay dan orang-orang tertentu dari PT WBN/PT IWIP, bahkan instansi terkait telah melakukan tindakan disengaja ataupun tidak disengaja menghilangkan hak-hak dari warisan leluhur kami,” ungkap Nur.

Baca juga:  Optimis Capai Target, Investasi di Tangan OD-SK Tetap Jalan Kendati Pandemi Covid-19

Surat Kejaksaan Tinggi Malut

Para ahli waris mengaku sempat lega saat Kejaksaan Tinggi Malut mengeluarkan surat nomor: B-259/Q2.4./Eku/2021 tentang pengembalian berkas perkara atas tersangka Felix Baay alias Hi Felik yang disangka melanggar pasal 263 ayat 1 dan 2 atau pasal 372 KUHPidana.

Di surat yang ditujukan ke Ditreskrimum Polda Malut itu, Kajati Malut antara lain berharap dilakukan penyitaan surat asli penjualan kebun kelapa di Lelilef, Kewedanan Utara, Malut, 28 Juni 1963. Di surat yang ditandatangani Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Malut, Saiful Bahri SH, MH pada 2 Juli 2021 itu disebutkan pula bahwa tersangka disangkakan dengan pasal 372 KUHP yang memililiki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain.

“Sudah ada penyebutan tersangka untuk Felix Baay. Sebenarnya ini petunjuk kalau semua transaksi yang dilakukan Felix Baay itu tidak benar. Ada pemalsuan dokumen,” kata Nur.

Felix Tak Mau Diekspos

Sayang Felix Baay sampai berita ini enggan memberikan pernyataan. Felix dan istrinya disertai Fanny salah satu anaknya saat ditemui di rumahnya, Selasa (14/2/2023) sempat menceritakan kisah menurut versi mereka. Tapi mereka meminta untuk tidak diekspos.

“Maaf kami tidak mau diekspos, sudah ada pengacara kami yang menangani ini,” ujar Felix.

Sementara General Manager External Relations & Human Resource PT Weda Bay Nickel, Yudi Santoso ketika dihubungi sebelumnya mengaku tak tahu soal ini. “Kalau soal tanah, saya tidak tahu,” ujar Yudi singkat.

Sementara pemerhati sosial Amas Mahmud yang kini menetap di Jakarta menyayangkan kebijakan dan sikap PT IWIP tersebut. Seharusnya menurut Amas, investasi besar itu berbanding lurus dengan pemenuhan hak-hak atas kepemilikan tanah dan kesejahteraan masyarakat.

“Terima kasih untuk investasinya, tapi tolong selesaikan dugaan salah bayar pembelian lahan yang saat ini sebagian sudah dimanfaatkan PT IWIP untuk perkantoran, smelter, power plan dan lainnya.  Saya percaya manajemen PT IWIP bisa menuntaskan ini,” ucap Amas.

Di sisi lain sejumlah aktivis dan warga menyatakan kesiapan mereka untuk menggelar aksi unjuk rasa di Malut dan Jakarta. Mereka tak ingin investasi gedongan mengabaikan rakyat kecil.(*/adm)

 

Pos terkait