Akhir Dari Perkara No 713, ‘Intubasi’ Jadi Kunci Majelis Hakim Dalam Pembacaan Putusan

indoBRITA.co, Manado –Moment yang di nantikan oleh Masyarakat Desa Sea atas gugatan Class Action ataa pengrusakan Ekosistem Kawasan Lindung Hutan Mata Air Kolongan selama hampir dua tahun yakni pembacaan putusan sidang akhirnya tiba.

Setelah menunggu hampir dua pekan akhirnya sidang Class Action dengan nomor perkara 713/Pdt.G/2021/PN-Mnd sudah dibacakan putusan oleh Majelis hakim. Putusan yang dibacakan Rabu (15/2/23) oleh majelis hakim berakhir dengan amar putusan, yakni :
Dalam Eksepsi;

Bacaan Lainnya

– Menyatakan menolak seluruh eksepsi yang disampaikan oleh Para Tergugat;
Dalam pokok perkara ;

– Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard/NO).

Menurut Majelis Hakim gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima karena kurangnya pihak yang digugat atau cacat formil yakni ada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa yang tidak digugat padahal dalam persidangan ada bukti dari Tergugat III yang menghadirkan SHM kemudian Para Penggugat tidak menggugat Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara padahal dalam persidangan ada bukti surat dari Kepala Kantor Dinas Kehutanan yang dihadirkan oleh Tergugat I dan II selanjutnya menurut Majelis Hakim Para Penggugat juga tidak memasukkan Kepala Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Utara sebagai pihak dalam gugatan padahal dalam persidangan ada bukti yang dihadirkan oleh Tergugat I dan II berupa Surat Ijin Pengeboran Sumur Bor produk dari Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Prov. Sulut.

Uniknya dalam memutuskan perkara tersebut Majelis Hakim gunakan ‘intubasi’ hak ex officio hakim. Sesuai dengan literatur yang dibaca awak media Ex officio sendiri adalah hak dan/atau kewenangan hakim dalam memutus perkara “sesuka hatinya” dan tidak dapat diintervensi oleh siapapun, biasanya kewenangan itu digunakan untuk mengungkapkan kebenaran dan keadilan sesuai fakta dalam persidangan diluar permintaan/tuntutan para pihak yang berperkara dan tidak kontradiktif dengan yang terungkap dalam fakta persidangan.

Atas putusan tersebut Tim Kuasa Hukum Para Penggugat Adv. Noch Sambouw, SH, MH, CMC, Adv. James Manuhutu, SH, Adv. Simbri Hanther Leke, SH memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Majelis Hakim karena telah membuat terobosan hukum baru. Hal seperti itulah yang diharapkan oleh Sambouw, dan kawan-kawan kepada para hakim dalam memeriksa dan memutus perkara agar tidak bersifat monoton mengikuti kebiasaan yang telah usang tapi harus berani menembus ruang dan waktu membuat temuan hukum baru.

Noch menyampaikan bahwa selaku Advokat dan Kuasa Hukum apapun keputusan yang diberikan oleh Majelis Hakim kita tidaklah bisa mengelak dan patutlah untuk tunduk karena itu merupakan putusan Pengadilan.

Atas pertanyaan dari awak media Tim Kuasa Hukum Penggugat Kelompok Masyarakat Desa Sea “Alma Sea” Adv. Noch Sambouw, SH, MH, CMC didampingi Adv. James Manahutu, SH, dan Adv. Simbri Hanther Leke, SH menanggapi isi putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim.

Menurut Sambouw bahwa kewenangan ex officio hakim dalam memutus perkara terhadap sesuatu hal yang tidak dimintakan oleh para pihak yang berperkara namun tertuang/terungkap dalam fakta persidangan yang disebut sebagai ultra petita merupakan temuan hukum baru dalam menampilkan kebenaran juga memberikan rasa keadilan atas dasar hak asasi manusia.

Baca juga:  Polda Sulut Ungkap 11 Kasus Narkoba Selama Maret 2022

Kewenangan ex officio ultra petita hakim saat membuat terobosan hukum dalam memutus perkara memberikan sesuatu hal yang tidak termasuk dalam permohonan/tuntutan para pihak dalam materi pokok perkara baik konvensi maupun rekonvensi karena dalam hukum acara perdata hakim dalam memutus perkara dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon (RBg Pasal 189) sehingga jika ada temuan hukum sesuai fakta persidangan yang tidak dimohonkan dalam materi pokok perkara baik konvensi maupun rekonvensi maka demi kebenaran dan keadilan serta untuk menjamin hak asasi manusia barulah hakim menggunakan hak ex officio nya untuk menciptakan ultra petita dalam pokok perkara karena terobosan hukum tersebut merupakan satu-satunya cara hakim membuat putusan untuk menampilkan kebenaran dan keadilan serta mengcover hak asasi manusia kepada para pihak dan publik. Sedangkan terhadap permintaan/tuntutan pada materi formil gugatan sudah ada wadah yang disiapkan dalam hukum acara perdata yakni melalui Eksepsi dan Intervensi sehingga dalam materi formil gugatan tidaklah pantas Majelis Hakim membuat putusan ultra petita apalagi menggunakan kewenangan ex officio terkesan akan berat sebelah dan berlebihan dalam memanfaatkan hak ex officio.

Hak ex officio hakim membuat ultra petita dalam putusan perdata hanya diberikan oleh Undang-Undang atau konstitusi untuk menampilkan kebenaran dan memberikan rasa adil bagi para pihak yang berperkara serta menjadi acuan temuan hukum baru yang dibuat oleh hakim dalam memutus perkara atas hal-hal yang tidak dimohonkan oleh para pihak yang berperkara namun terungkap dalam fakta persidangan.

Menurut Sambouw sebagai dalam perkara 713 ini, hakim telah menggunakan hak ex officio nya dan membuat ultra petita pada materi formil gugatan karena menurut Majelis Hakim ada pihak yang tidak dimasukkan oleh Para Penggugat. Menurut Sambouw sudah ada wadah yang disiapkan oleh hukum acara perdata baik Rv maupun RBg, KUHPerdata serta KUHAPerdata yang memberikan kesamaan hak dalam beracara kepada piahk Para Tergugat dan Turut Tergugat agar merasa adil dan diperlakukan sama atau setara karena hukum acara perdata telah membuka pintu dan memberikan kesempatan kepada Para Tergugat dan Turut Tergugat untuk meminta/memohon apa saja kepada Majelis Hakim menyangkut materi formil gugatan melalui agenda Eksepsi jika ada pihak lain yang perlu digugat tetapi tidak digugat oleh Para Penggugat atau pihak Tergugat bisa menarik pihak yang dianggap terlibat atau berkepentingan dalam perkara 713 dan yang terakhir adalah kepada pihak mana saja yang merasa berkepentingan di dalam perkara 713 termasuk 3 (tiga) instansi yang disebutkan Majelis Hakim sebagai alasan membuat putusan N.O telah diberikan kesempatan dan ruang oleh hukum acara perdata termasuk kepada pihak manapun yang merasa berkepentingan hukum dalam perkara 713 bisa ikut bergabung dalam bentuk gugatan intervensi sebagai intervenien tetapi kesempatan tersebut tidak diambil sampai berakhirnya kesempatan itu.

Baca juga:  Oknum Polisi Cabul Dituntut 13 Tahun

Pihak Tergugat dan Turut Tergugat dalam perkara 713 serta pihak-pihak lain yang merasa ada kepentingan dalam perkara 713 sudah diberikan ruang dan kesempatan yang seluas-luasnya oleh konstitusi Negara Republik Indonesia termasuk 3 (tiga) institusi yang disebutkan oleh Majelis Hakim tidak digugat oleh Para Penggugat dan menyebabkan gugatan Para Penggugat cacat formil akan tetapi ruang yang seluas-luasnya itu tidak digunakan. Selain itu menurut Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 305 K/Sip/1971, tanggal 16 Juni 1971; berdasarkan azas acara Perdata bahwa hanya PENGGUGAT lah yang berwenang untuk menentukan siapa-siapa yang akan digugatnya.

Apakah SHM yang dijadikan sebagai bukti oleh Tergugat III terduduk/termasuk Objek Sengketa dalam perkara 713 ? Jawabannya sesuai fakta persidangan SHM tersebut tidak terduduk/tidak termasuk Objek Sengketa dan Tanah Objek Sengketa kedua-duanya tidak pernah diterbitkan Sertifikat/Produk apapun dari Kantor Badan Pertanahan Nasional sehingga Badan Pertanahan Nasional tidak perlu dijadikan sebagai pihak dalam perkara 713.

Apakah Perijinan dan Pembuatan Sumur Bor yang diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Prov. Sulut ditujukan/dilakukan di Tanah Objek Sengketa ? Jawabannya sama sekali tidak di Tanah Objek Sengketa tapi letaknya berjarak sekitar 500 meter dari Tanah Objek Sengketa sehingga Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tidaklah ada keterkaitan dengan perkara 713.

Apakah Dinas Kehuntanan perlu dimasukkan sebagai pihak dalam perkara 713 ? Jawabannya tidak karena Tanah Objek Sengketa adalah Hutan Mata Air yang dilindungi oleh masyarakat Desa Sea sejak dahulu sampai sebelum digusur yang merupakan aset Desa Sea hanya terdaftar dalam Register Kepemilikan Tanah Desa Sea dan belum terdaftar dalam data Hutan di Dinas Kehutanan manapun.

Apakah patut dan pantas Majelis Hakim menggunakan jurus pamungkas hak/kewenangan ex officio yang diberikan oleh konstitusi Negara Republik Indonesia untuk membuat ultra petita dalam materi formil gugatan perkara 713 ataukah tidak maka jawabannya dipersilahkan publik yang menilainya.

Apakah hak/kewenangan ex officio hakim membuat ultra petita pada materi formil gugatan dalam perkara 713 telah menunjukkan kebenaran dan memberikan rasa keadilan bagi Para Pihak yang berperkara maka jawabannya dipersilahkan publik yang menilainya.
” Jadi, jika hanya cacat formil gugatan dengan tidak memasukkan (3) tiga instansi yang disebutkan itu bisa dikatakan putusan tersebut menguntungkan bagi kami dalam melakukan upaya hukum karena perkara itu endingnya bukan di Pengadilan Negeri akan berlanjut sesuai jenjang upaya hukum yang dilakukan sampai dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap oleh Pengadilan,” tegas Sambouw.
“Jadi, apabila kami melakukan upaya hukum ada kemudahan yang akan kami laksanakan dalam materi memori banding,” timpalnya menambahkan.

“Sesuai fakta persidangan semua materi gugatan kebenarannya sudah berhasil kami buktikan oleh karenanya atas putusan tersebut setelah dirundingkan dengan principal maka disepakati bahwa akan dilakukan upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Manado tersebut dan akan dilakukan gugatan tersendiri lagi dengan strategi yang diperbolehkan peraturan perundangan. Dan waktu untuk mengajukan permohonan upaya hukum banding pun sudah diselesai dirundingkan.”

(Fds)

Pos terkait