indoBRITA, Bitung— Buntut pengosongan lahan yang dilakukan oleh PN Bitung ada dugaan penyerobotan lahan milik Keluarga Batuna yang terletak di Lingkungan V RT 003 Kelurahan Girian Indah Kecamatan Girian pada Rabu (2/8/2023) lalu, kini Polres Bitung melakukan penyelidikan atas adanya dugaan penipuan jual beli lahan tersebut.
Kapolres Bitung melalui Kasat Reskrim AKP Marcelus Yugo Amboro SIK yang dikonfirmasi Rabu (9/8/2023) membenarkan adanya penyelidikan tersebut.
“Masih lidik,” singkatnya.
Informasi yang dirangkum menyebutkan, Polres Bitung melalui Sat Reskrim telah melakukan pemanggilan sejumlah saksi.
Kuat dugaan keterlibatan mafia tanah di eks HGU Kinaleosan milik keluarga Batuna yang berlokasi di Girian Indah memainkan peran besar.
Pasalnya, lahan seluas 15 hektar milik keluarga Batuna rupanya diperjualbelikan oleh oknum-oknum sindikat mafia tanah. Dan cara kerjanya sangat sistematis.
Didi Koleangan menyebut bermodalkan dokumen palsu itu, oknum lain yang masih bagian dari sindikat, mencari calon pembeli lahan yang dijual per kavling sebesar Rp10 juta hingga Rp15 juta.
Menariknya, harga per kavling itu bisa dicicil sesuai kemampuan pembeli. Akibatnya, banyak warga yang tergiur dengan harga tanah yang murah dan bisa dicicil pula.
Ditambahkan juga, pihaknya mendapat fakta yang sama serta didukung bukti-bukti yang mengarah ke sindikat menjual lahan milik Keluarga dr Hansie Batuna.
“Berdasarkan bukti-bukti dan modus yang ditetapkan, kami Tim Hukum Keluarga Batuna menyimpulkan bahwa ini sindikat penipu yang bergerak secara tim,” kata Didi.
Modus mereka menurut Koleangan, mendesain skema atau bahasa hukum disebut intelektual dader. Ada yang maju ke pengadilan, ada yang mengorganisir masyarakat, ada yang jadi sales sekaligus tukang promosi penjualan kavling tanah milik Keluarga Batuna
“Intinya, mereka (warga_red) dibujuk rayu dengan janji-janji seolah-olah menghipnotis para calon korban agar sukarela menjadi korban. Ironinya yang terperdaya adalah masyarakat golongan bawah,” katanya.
Berdasarkan fakta-fakta itu, pihak Didi terpaksa melakukan proses pengosongan lahan setelah memberikan waktu kurang lebih dua tahun kepada warga agar segera angkat kaki.
“Proses eksekusi terpaksa kami lakukan dengan tujuan menghentikan lebih bertambahnya korban-korban baru. Juga dengan harapan, para oknum-oknum yang terlibat memperdayai masyarakat diproses hukum karena sudah banyak korban,” katanya.
Dirinya juga mendorong penegakkan hukum atas kasus ini bisa dipercepat agar efek jera bisa langsung dirasakan.
“Nah efek jera ini hanya bisa dilakukan melalui proses pidana agar tidak lagi ada korban-korban lain,” tutupnya.(*)