IndoBRITA, MANADO—Sidang kasus pemalsuan akta otentik PT BDL Bolmong yang ditangani Bareskrim Polri digelar di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Senin (18/09/2023).
Dalam kasus ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan satu orang saksi yang bernama Ilmiawan Dekrit.
Saksi diketahui adalah seorang notaris yang pertama kali diminta untuk membuat akta baru dari perusahaan PT BDL yang menjadi permasalahan saat ini.
Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Muhammad Alfi Usup, Ilmiawan menceritakan awal mula dirinya diminta untuk membuat akta nomor tiga oleh terdakwa Victor Pandunata dan sang ayah Hadi Panduwinata.
Menurutnya, dalam pertemuan dengan terdakwa Victor Pandunata, mereka membawa soal saham terdakwa yang sudah tak ada di PT BDL.
Terdakwa kemudian meminta saksi untuk membantunya mengembalikan saham-sahamnya dengan membuat akta baru.
Usai menerima berkas dari terdakwa, saksi kemudian meminta agar temannya yakni notaris Daradjat Djuardi Sujarman yang kini ikut jadi terdakwa, untuk membuatkan akta yang baru.
“Pada pertemuan dengan terdakwa Victor Pandunata, saya dimintai tolong untuk mengembalikan saham-sahamnya yang sudah hilang,” kata saksi.
“Caranya yah dengan membuat akta yang baru dan kemudian didaftarkan ke Kemenkumham RI,” ujarnya lagi.
Ia juga mengatakan dalam pertemuan dengan terdakwa Victor Pandunata ada beberapa orang yang ikut hadir.
Salah satunya adalah Ndaru yang diketahui pegawai dari Kemenkumham RI.
Ketika ditanyakan hakim soal motivasi membantu terdakwa Victor Pandunata membuat akta yang baru, saksi mengatakan bahwa dirinya diberikan uang senilai Rp100 juta.
Uang tersebut diberikan oleh ayah dari terdakwa Victor yakni Hadi Pandunata.
“Uangnya Rp100 juta dari jasa pembuatan akta nomor tiga ini,” ungkapnya.
Usai menerima uang tersebut, saksi kemudian memberikan Rp10 juta kepada terdakwa Daradjat.
Selain itu, ia juga memberikan Rp10 juta kepada stafnya yang bernama Eko yang diketahui mengupload akta nomor tiga ke situs Kemenkumham RI.
Sedangkan uang sisa Rp80 juta tersebut, kemudian dibagi dua dengan oknum pegawai Kemenkumham RI.
“Ndaru terima Rp40 juta, sisanya saya yang ambil,” ungkapnya.
“Tapi punya saya yang Rp40 juta itu, saya serahkan ke panti asuhan,” ucap saksi.
Tetapi ketika ditanyakan hakim soal nama panti asuhan yang diberikan uang tersebut, saksi mengatakan sudah lupa.
“Sudah lupa yang mulia, karena sudah lama sekali,” ungkapnya.
Ilmiawan juga mengatakan uang Rp40 juta yang diberikan ke oknum pegawai Kemenkumham RI adalah jasa pembuatan akta nomor tiga.
“Iya, itu yang untuk pembuatan akta nomor tiga,” bebernya.
Dalam sidang tersebut diketahui bahwa terdakwa Daradjat tidak mengupload akta nomor tiga ke situs Kemenkumham RI.
Melainkan, terdakwa meminta staf dari Ilmiawan untuk menguploadnya.
Bahkan, password dan Id yang digunakan saat mengupload adalah milik saksi Ilmiawan.
Sebelumnya diketahui, tersangka Victor Pandunata anak dari Hadi Pandunata dan notaris Daradjat Djuardi Sujarman ditahan atas kasus menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik dan membuat akta otentik palsu.
Kedua tersangka dititipkan di ruang tahanan Polda Sulut pada Juli 2023.
Kasus ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Manado setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh pihak penyidik Dittipideksus subdit 1 Bareskrim Mabes Polri.
Penyidikan terhadap tersangka dilakukan setelah adanya laporan polisi nomor LP/B/0162/IV/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 4 April 2022.
Victor, yang merupakan anak kandung dari Hadi Pandunata, sebelumnya diberi gelar adat sebagai Tongganut In Ta Motompira oleh Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (Bolmong) Raya (AMABOM).
Namun, pemberian gelar tersebut menuai kontroversi karena dianggap terlalu mudah dan tidak substansial oleh beberapa ketua adat lainnya.
Mereka berpendapat bahwa pemberian gelar tersebut hanya digunakan untuk mempengaruhi opini publik.
Ketua adat yang mengecam penyematan gelar adat tersebut meminta agar gelar adat tersebut dicabut karena dianggap memalukan.
Disisi lain, Direktur Utama PT BDL Adrianus Tinungki, memberikan apresiasi dan terima kasih yang tinggi kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
Terutama penyidik Dittipideksus Bareskrim subdit 1 Mabes Polri, atas penanganan kasus ini.
Tinungki menyatakan bahwa perkara ini berawal dari pembuatan akta otentik oleh Victor Pandunata melalui notaris Daradjat Djuardi Sujarman di Kabupaten Bogor pada tanggal 25 Januari 2022.
Akta tersebut digunakan sebagai dasar peralihan saham di PT BDL untuk diunggah dalam sistem SABH Kementerian Hukum dan HAM.
Namun, Tinungki menegaskan bahwa tindakan Victor melalui notaris Daradjat tersebut tidak benar karena tidak ada persetujuan peralihan saham dari Menteri ESDM dan RUPS serta tanpa perintah pengadilan.
Tindakan ini dianggap melawan hukum karena saham dialihkan tanpa sepengetahuan pemegang saham sebelumnya.
PT BDL juga melaporkan notaris Daradjat Djuardi Sujarman kepada majelis pengawas notaris wilayah Jawa Barat.
Setelah melalui beberapa kali sidang, majelis pengawas notaris memutuskan bahwa notaris Daradjat Djuardi Sujarman bersalah dalam menerbitkan akta pada tanggal 25 Januari 2022 tersebut.
Notaris Daradjat Djuardi Sujarman telah mengakui bahwa dia diberikan informasi yang tidak benar oleh Victor Pandunata dan bersedia bertanggung jawab atas perbuatannya.
Daradjat merasa dirugikan karena turut serta dalam dugaan tindak pidana tersebut akibat informasi yang salah.
Victor dan notaris Daradjat telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu pada akta otentik sesuai dengan Pasal KUHP 266 ayat 1 dan 2.(hng)