indoBRITA, Ratatotok-Warga Ratatotok dan mantan pimpinan PT Hakian Wellem Rumansi (HWR), Agus Abidin sudah memberikan keterangan soal lahan milik Elisabeth Laluyan di area Perkebunan Pasolo, Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra). Bahwa lahan yang masuk Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT HWR tersebut belum pernah dibebaskan. Artinya lahan beberapa hektar tersebut masih milik Elisabeth Laluyan.
Namun, entah kenapa tiba-tiba terbit surat keterangan (SKT) dari kantor Desa Ratatotok Satu yang menyebut lahan tersebut milik Eddy Emor. Atas dasar SKT itulah PT HWR melalui Conny Giroth melakukan pembebasan lahan dengan harga yang terbilang murah. Selanjutnya PT HWR menggunakan alat berat untuk mengeruk tanah milik Elisabeth yang sudah diplotting Badan Pertanahan Nasional (BPN) Mitra tersebut.
Beruntung kasus ini sudah ditangani penyidik Harda Polda Sulut. Mereka sudah ke Ratatotok untuk menggali informasi dan mengantar surat pemanggilan pihak-pihak terkait. Gerak cepat Polda Sulut menuai dukungan dari berbagai kalangan.
“Kita apresiasi gerak cepat Polda Sulut. Penanganan yang cepat akan memberi kenyamanan untuk semua,“ kata Deddy Rundengan, aktivis pemuda Ratatotok
Sebagai bentuk dukungan terhadap upaya Polda Sulut itu sejumlah warga mempopulerkan #tagar#” usut dalang atau aktor terbitnya SKT di atas lahan milik Elisabeth Laluyan. Warga berharap penyidik Harda Polda Sulut juga ikut memanggil dan mendengarkan keterangan Plt Kepala Desa atau Hukumtua Ratatotok Satu.
“Dia seorang aparatur sipil negara atau ASN yang menjabat Plt Kumtua Ratatotok Satu. Atas dasar apa dia menerbitkan SKT? Kalau tidak ada acuan yang jelas berarti SKT abal-abal. Polda Sulut perlu mengungkapnya,” ucap Frans, warga Ratatotok lainnya.
Di sisi lain, sejumlah tokoh masyarakat Ratatotok menyebut lahan di area yang beberapa bulan terakhir dikeruk PT HWR itu memang milik Elisabeth Laluyan.
“Ayah saya dulu yang menjadi saksi saat pengukuran lahan tersebut. Makanya saya tahu lahan itu memang milik Ibu Elisabeth,” kata Markus Korua, tokoh masyarakat Ratatotok.
Pria yang sudah lima tahun menjabat kepala desa atau hukumtua Ratatotok Selatan itu berharap tak ada polemik soal kepemilikan lahan itu “Dokumennya ada,” ucapnya.
Pernyataan Markus Korua itu dibenarkan Jefry ‘Oding’ Rantung. “Tak ada nama lain, hanya Ibu Elisabeth Laluyan yang punya lahan tersebut. Saya tahu sejarahnya,”ujarnya.
Oding sudah bersaksi di hadapan penyidik Polda Sulut soal kepemilikan lahan tersebut. Kepada penyidik Polda, pria berkaca mata ini menyampaikan kekagetannya karena tiba-tiba terbit surat keterangan atau SKT atas nama Eddy Emor di lahan milik Elisabeth.
“Kok tiba-tiba muncul surat keterangan atas nama Eddy Emor dari Kumtua Desa Ratatotok Satu. Kami dukung Polda Sulut untuk melakukan penelusuran soal ini,” ujarnya.
Oding menilai ada yang janggal dari penerbitan SKT atas nama Eddy Emor tersebut. “Satu bulan sebelum SKT itu diterbitkan, Plt Kumtua Desa Ratatotok Satu memanggil Ibu Elisabeth selaku pemilik lahan. Tapi setelah itu dia mengeluarkan surat keterangan jual beli antara Eddy Emor dengan PT HWR di atas lahan yang sama. Ini perlu ditelisik,” ucapnya.
Oding menyayangkan sikap atau tindakan PT HWR melalui Conny Giroth yang memanfaatkan SKT Eddy Emor itu untuk menguasai lahan kepunyaan Elisabeth tersebut. Padahal jauh sebelumnya, Conny sepengetahuan Oding pernah menghubungi Elisabeth melalui telepon untuk membicarakan pembebasan lahan.
“Tapi tawaran itu tidak diterima Ibu Elisabeth karena harga yang ditawarkan terlalu murah. Jadi sebetulnya Ibu Conny juga tahu lahan itu milik Ibu Elisabeth,” katanya.
Pada bagian lain, Frans Karundeng yang disebut menjual bidang tanah ke Edy Emor sempat mengaku ke penyidik bahwa yang tanah yang dijual bukan yang saat ini dikuasai HWR dan Corry Giroth. Sebaliknya kata Gerry Tamawiwi, pengacara Elisabeth Laluyan, Karundeng mengaku tanah yang dijual ke Edy Emor ada di Padang atau Mesel. “Karundeng bilang bukan di situ tapi di Mesel,” ujar Gerry.
Salah satu pengacara top Sulut ini menyebut klaim Eddy Emor dengan surat keterangan tak bisa menjadi pegangan. Ketika Polda Sulut menangani perkara perdata dan pidana antara Buang Senaen melawan Elisabeth Laluyan, Eddy Emor yang tampil sebagai saksi menarik berkasnya. Ia terancam terancam menjadi tersangka pemalsuan surat.
Berbeda dengan dua dokumen AJB yang dimiliki Elisabeth. AJB Nomor 24/AJB/RTTK/III/2010 antara Elisabeth dan Agustina Mamanua, tertanggal 4 Maret 2010 dengan luas tanah 54.085 M2 dan nomor 38/2014, tanggal 17 Juni 2014 dengan Linda laluyan dengan luas tanah 20.000 m2 sudah diujji secara keperdataan di depan hukum.
“Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tondano dalam sidang sengketa perdata dengan Buang Senaen tahun 2012 mengafirmasi keabsahan dokumen Elisabeth Laluyan. Apalagi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Minahasa Tenggara sudah melakukan plotting atau pemetaan atas tanah Elisabeth Lalutan itu. Makanya terdapat batas tanah yang jelas,” kata Garry. (*/adm)