indoBRITA, Jakarta – Terdakwa Yulmanizar dan Febrian, melalui anggota pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tahun 2016 hingga 2017 divonis 4 tahun penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat jalan Bungur Kemayoran Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024) memvonis dua terdakwa Yulmanizar dan Febrian masing-masing 4 tahun penjara. Vonis putusan hakim tersebut dibacakan majelis hakim diruang Wirjono Projodikoro 2.
Hakim membacakan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan untuk terdakwa Yulmanizar. Kasus ini juga menyeret mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Prayitno Aji.
“Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Yulmanizar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama. Sebagaimana dalam dakwaan kesatu pertama dan kedua penuntut umum. Dua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Yulmanizar dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” kata majelis hakim saat membacakan amar putusan.
Hakim juga menghukum Yulmanizar membayar uang pengganti Rp 8, 4 myliar. Jika harta benda Yulmanizar tak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana kurungan penjara selama 1 tahun.
“Sekain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa Yulmanizar sebesar Rp 8.437.292.900 dikurangkan dengan aset – aset seperti apartemen, logam mulia, emas dan uang tunai yang disetorkan ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (inchraat). Maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Dan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipenjara dengan pidana penjara selama 1 tahun,” tegas hakim.
Seperti diketahui, hal memberatkan vonis atas terdakwa Yulmanizar tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan didakwa dengan 2 (dua) pasal dakwaan. Sementara, hal meringankan vonis adalah Yulmanizar mengakui kesalahan, meminta maaf, bersikap sopan di persidangan. Dan ditetapkan sebagai Justice Collaborator (JC) dan sebagai kepala rumah tangga.
Sedangkan terdakwa Febrian, hakim membacakan vonis yakni 4 tahun kurungan penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan. Hakim juga menghukum Febrian membayar uang pengganti Rp 7 myliar subsider 1 tahun kurungan.
“Ya, hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa Febrian sebesar Rp 7.012.292.900 dikurangkan dengan aset unit apartemen, logam mulia dan uang tunai yang telah disita. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti,” lanjut hakim yang mulia.
Dalam hal terpidana, kemudian tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut. Maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun lagi.
Hakim menyatakan terdakwa Yulmanizar dan Febrian terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan huruf 12B Juncto (Jo) Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Sebelumnya, terdakwa Yulmanizar dituntut 4 tahun penjara dan membayar denda Rp 300 juta subsider 5 bulan.
Terdakwa Yulmanizar juga dituntut membayar uang pengganti Rp 8.437.292.900 subsider 2 tahun. Kuasa Hukum terdakwa Anggota pemeriksa pajak DJP Febrian,
“Ya, sudah kita dengar bersama. Artinya, bahwa hasil pemeriksaan dari awal hingga sekarang sampai putusan semua berjalan dengan baik. Dan kita sama-sama sudah mendengar tadi putusan terdakwa Febrian kurungan selama 4 tahun penjara dan tentu memang ada maksud dan tujuan yang baik. Memang karena di situ ada batas minimal dan itu putusan minimal di Pasal 12a dan Pasal 12B. Juga memang demikian adanya,” ujar salah satu advokat Denny Karel Tumuju, SH, MH ketika dihubungi membenarkan namun mengatakan dirinya berada di Gedung Nusantara TV, Rawamangun Jakarta.
Dikatakan kuasa hukum untuk langkah hukum ke depan selama 7 hari mendatang, karena jaksa mengambil sikap pikir-pikir. Maka tim Kuasa Hukum terdakwa Febrian juga mengambil sikap pikir-pikir.
“Nah itu artinya tidak menyalahi hukum. Karena semua punya hari dan tenggat waktunya 7 hari ke depan. Tentu kami juga bersama tim akan berdiskusi dan kembali lagi ke klien, apa menerima putusan hakim tersebut atau tidak,” ungkap advokat Denny Karel Tumuju, SH, MH.
Dijelaskannya, kemungkinan besar kami akan mengambil langkah hukum yang terbaik. Kita menghargai putusan hakim saja. Pada saat ini kita masih mengambil sikap pikir-pikir.
Perlu dicatat, sambung kuasa hukum terdakwa, kliennya mendapatkan Justice Collaborator (JC), artinya ada perhatian dari jaksa. “Kemudian, ada mengenai denda-denda juga dalam tuntutan jaksa,” papar pengacara asli Amurang (Buyungon, red), Kabupaten Minahasa Selatan.
Harapannya, dalam proses pikir-pikir ini dan ini lah sesungguhnya selaku Kuasa Hukum terdakwa Febrian yang sudah maksimal dan baik dan sudah didengarkan tentang Nota Pledoi yang diajukan di dalam pengurangan atas pengembalian aset yang sudah diambil. Dan dalam putusan hakim juga mengatakan, akan mengembalikannya ke terdakwa Febrian.
“Sangat bersyukur karena itu hasil kerja tim Kuasa Hukum terdakwa Febrian. Dalam arti, telah membuat Nota Pembelaan atau Nota Pledoi. Kami mengapresiasi putusan hakim tersebut,” tambah advokat Denny Karel Tumuju, SH, MH yang hobby sepak bola dan golf.
“Seperti keterangan saksi yang meringankan di muka persidangan jelas. Bahwa klien kami dianggap atau dalam putusan hakim atau pertimbangan majelis hakim itu. Bahwa para terdakwa dianggap Justice Collaborator. Artinya, mereka pembuka perkara ini. Kemudian, mengenai saksi-saksi itu merupakan satu rangkaian dari perkara sebelumnya. Nama-namanya sama kok dan itu sudah diputus dari awal,” pungkas Denny Karel Tumuju, SH, MH dari Kantor law firm Herber Sihombing and Associate yang berlokasi di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel).
(*/ape)