indoBRITA, Manado-Pembangunan tiga rumah sakit (RS) Sulawesi Utara (Sulut) sebesar Rp373.844.694.777 saat Covid-19 mewabah lalu ditengarai tidak sesuai ketentuan. Ketiga rumah sakit yang dimaksud adalah RSUD ODSK, Rumah Sakit Mata dan RSJ Ratumbuysang.
Rinciannya, pembangunan RSUD ODSK sebesar Rp260.344.523.000, RS Mata sejumlah Rp86.464.000.000 dan RSJ Ratumbuysang senilai Rp27.036.171.177.
“Merujuk hasil pemeriksaan BPK RI, pembangunan ketiga rumah sakit tidak sesuai ketentuan. Makanya kami minta aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dugaan penyimpangan pembangunan ketiga rumah sakit yang menelan anggaran cukup besar tersebut,” kata Ketua Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Independen Nasional Anti Korupsi (Inakor), Rolly Wenas kepada wartawan di Manado, Selasa (11/6/2024).
Aktivis vokal ini menggaris bawahi dua poin penting dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tersebut. “Pertama, kegiatan pembangunan ketiga rumah sakit itu tidak dapat diperhitungkan sebagai persentase rasionalisasi karena tidak memiliki hubungan dalam penanganan Covid-19. Apalagi saat masa pemeriksaan masih dalam tahap pembangunan sehingga belum dapat dimanfaatkan,” ujarnya.
BPK RI menurut Rolly menyorot upaya Pemprov Sulut yang memasukkan pembangunan ketiga rumah sakit tersebut dalam perhitungan refocusing untuk memenuhi kewajiban capaian persentase. “Anggaran penanganan covid-19 harus dirasakan langsung warga yang terdampak,” ucapnya.
Poin kedua, lanjut Rolly adalah pembangunan ketiga rumah sakit tersebut sebenarnya sudah dianggarkan di APBD sebelum Tahun Anggaran (TA) 2020 atau sebelum pandemi Covid-19. “Jadi bisa saja ada tumpang tindih anggaran. Ini juga perlu ditelisik APH,” ungkapnya.
Pemprov Sulut sendiri menurut Rolly menganggarkan Rp217.318.513 untuk penanganan covid-19 di APBD Perubahan TA 2020. Kemudian belanja langsung kegiatan pada perangkat daerah untuk penanganan covid-19 dianggarkan Rp644.925.628.068.
“Dengan demikian total anggaran penanganan covid-19 sebesar Rp862.2444.141.068. Dana ini untuk belanja bidang kessehatan, penyediaan jaring pengaman sosial dan penanganan dampak ekonomi,” Rolly menguraikan.
Inakor menduga terdapat sisa dana penanganan covid-19 yang berpotensi disalahgunakan. Hal tersebut berdasarkan realisasi per 16 November 2020 yang menerangkan bahwa realisasi anggaran tidak sesuai dengan besaran anggaran yang diperuntukan pada masing-masing kegiatan.
“Jika dihitung berdasarkan besaran biaya yang diperuntukan dan dikurangi dengan realisasi per 16 November 2020 masih terdapat sisa dana sebesar Rp247.206.266.274,00,” kata pria yang merangkap Ketua DPD Inakor Sulut dan Korwil Inakor Indonesia Timur ini.
Rolly dan kawan-kawan sudah melaporkan dugaan penyimpangan peruntukkan anggaran Covid-19 dan dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pembangunan RSUD ODSK, RS Mata dan RSJ Ratumbuysang ke Komisi Pemberatan Korupsi (KPK). “Kita harap APH, khususnya KPK atas laporan yang sudah kami masukkan,” ujarnya.
Rolly Cs juga berencana menggelar diskusi publik dengan menghadirkan pimpinan National Corruption Watch (NCW ), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Indonesia Corruption Wath (ICW) dan organisasi atau institusi yang bergerak dalam pemberantasan korupsi untuk membedah kasus ini. “Dugaan penyimpangan besar, ratusan miliar rupiah perlu dipelototi bersama. Kami mengajak penggiat anti korupsi (A) untuk bergerak bersama,” ucap Rolly. (*/adm)