indoBRITA, Bolmong – Buntut kegiatan unjuk rasa sejumlah orang di Kantor Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow, Rabu (26/6/2024) dengan tujuan meminta penjelasan perpanjangan sertifikat HGU PT Dejanan. Maka, Senin (15/7/2024) kuasa Hukum PT Dejanan Jahya DA Tampemawa, S.Pd, SH, MH dari Kantor Hukum Don Adi Jaya & Partners Law Firm.
”Ya, kedatangannya di Desa Labuan Uki sekaligus bertemu Sangadi Labuan Uki untuk meminta penjelasan/klarifikasi terkait issue tersebut,” kata Jahya, ketika menghubungi wartawan indoBRITA.co di Amurang, Kamis (18/7/2024).
Pertama, PT Dejanan yang merupakan entitas yang jelas dan telah beroperasi puluhan tahun di Desa Labuan Uki. Kami merasa dirugikan dengan tuduhan sebagai ‘MAFIA TANAH’, dan ini merupakan tuduhan yang sangat serius. Apalagi telah disebarkan melalui Transaksi Elektronik Media Sosial Facebook. Sehingga patut diduga Koordinator Lapangan dan semua pihak yang terlibat telah melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam UU ITE yang ancaman pidanannya adalah 6 tahun penjara.
”Kedua, bahwa tuduhan PT Dejanan tidak melakukan peremajaan tanaman kelapa adalah tidak benar. Sejak tahun 1990, PT Dajanan telah melakukan upaya peremajaan. Namun bibit kelapa yang baru ditanam dimakan oleh ternak sapi. Indikasi, hewan ternak sapi diikat masyarakat agar ikut dimakan dan dihabisi. Dapat dibayangkan, biaya yang kami keluarkan untuk merawat lahan perkebunan kelapa, termasuk kegiatan peremajaan sangat besar. Namun mengalami kegagalan karena banyak pemilik ternak sapi tidak bertanggung-jawab. Sehingga bibit kelapa yang kami tanam dimakan habis oleh ternak sapi. Jadi kalau saat ini ada kelompok masyarakat yang menuduh kami tidak melakukan peremajaan maka itu adalah Hoax,” ujar pengacara yang berkiprah di Jakarta.
Ketiga, bahwa PT Dejanan tidak pernah membayar Pajak (PBB II) adalah issue yang menyesatkan. Karena sampai saat ini PT Dejanan tidak memiliki Utang Pajak (PBB II). Bahwa PBB II memang langsung disetorkan ke Kas Negara, karena PBB II adalah Pajak Pusat jadi tentu saja Bilyet-nya tidak melalui Kantor Kecamatan maupun Kantor Desa (Sangadi). Berbeda dengan PBB Desa/Kota yang merupakan Pajak Daerah. Karena ketidak-tahuan ini maka beberapa orang telah melakukan tuduhan tersebut.
”Keempat, bahwa selama beroperasi, selain juga patuh membayar pajak, PT Dejanan justru telah menjalankan program CSR (Corporate Social Responsibilty) dengan cara membantu masyarakat desa Labuhan Uki. Terutama kepada keluarga para buruh tani yang bekerja di perkebunan PT Dejanan. Sementara untuk menempati dan membangun rumah di sebagian lahan HGU milik PT Dejanan yang telah ditentukan oleh Manajemen PT Dejanan, dan tetap dihuni sampai saat ini. Bahkan Manajemen PT Dejanan sedang merencanakan untuk melakukan Pemisahan Sertifikat bagi lahan yang sudah dihuni selama ini. Setelah mendapat persetujuan dari instansi berwenang agar warga Labuhan Uki yang menempati mendapatkan kepastian hukum tentang status tanah,” ungkapnya.
Kelima, bahwa issue yang dikembangkan pihak-pihak yang tidak bertanggung -jawab dengan menyatakan tanah milik PT Dejanan adalah tanah terlantar. Itu adalah tidak benar. Dan Manajemen PT Dejanan melalui Kuasa Hukum akan berkoordinasi dengan Pihak BPN untuk melakukan evaluasi ulang. Karena evaluasi yang dilakukan Pihak BPN tanggal 27 Juni 2024 tidak dihadiri utusan Manajemen PT Dejanan selaku pihak terkait. Hal ini terjadi, karena surat yang dikeluarkan oleh BPN pada tanggal 25 Juni 2024 baru diterima Manajemen PT Dejanan tanggal 26 Juni 2024 sekitar pukul 22.00 waktu setempat melalui pesan Whatsapps. Sehingga Manajemen PT Dejanan yang berada di Jakarta tentu saja tidak dapat memenuhi undangan evaluassi tersebut. Sepatutnya sebuah surat sudah harus diterima minimal 7 hari sebelum hari pelaksanaan evaluasi.
Bahwa Tanah HGU milik PT Dejanan tidak benar diterlantarkan (Tanah Terlantar) karena di lokasi PT Dejanan memiliki Karyawan/Pekerja mulai dari Tingkat Mandor, sampai dengan Buruh Tani. Bahwa di lokasi HGU terdapat Aset Bergerak berupa Truk Pengangkut Kelapa, Gudang, dan peralatan lainnya. PT Dejanan setiap Kwartal tetap mengambil hasil perkebunan. Bahwa issue Tanah Terlantar sengaja dihembus-hembuskan dengan tujuan agar oknum-oknum ini dapat menguasai tanah tersebut, dengan alasan untuk dibagi-bagikan ke masyarakat.
”Keenam, bahwa HGU ini adalah hak yang diberikan oleh negara atas tanah untuk diusahakan sebagai perkebunan kelapa, dan bukan kontrak. Jadi issue yang dikembangkan oleh para provokator adalah sesat dan melawan hukum, dengan menyuarakan agar kontrak PT Dejanan tidak diperpanjang. HGU bukan Kontrak, HGU adalah Hak keperdataan yang harus dihormati,” tegas advokat Jahya Tampemawa.
Ketujuh, bahwa saat ini proses perpanjangan Hak telah dilakukan. PT Dejanan dengan berkomitmen untuk membayar segala sesuatu yang menjadi kewajiban PT Dejanan kepada Negara.
”Delapan, bahwa PT Dejanan akan mengambil langkah-langkah hukum untuk membela hak-haknya yang coba-coba diganggu oleh siapapun secara melawan Hukum,” sebut Donny, biasa sapaan pengacara berambut panjang.
Dan kesembilan, bahwa PT Dajanan mencadangkan untuk mengambil langkah upaya hukum termasuk upaya hukum pidana apabila cukup unsur untuk hal diatas.
Dikonfirmasi terpisah Sangadi Labuan Uki Mr XX mengaku belum bisa menjawab karena lagi istirahat. ”Maaf, saya lagi istirahat, lagi kurang sehat. Belum bisa menjawab pertanyaan anda, telpon kembali lagi,” tukas Sangadi.
Menjadi catatan, inilah beberapa point yang dijelaskan Kuasa Hukum PT Dejanan Advokat Jahya D A Tampemawa, SPd.SH.MH. dari Kantor Hukum Don Adi Jaya & Partners Law Firm dari Jakarta. Advokat yang akrab di Panggil Donny ini adalah Advokat Asli Minahasa Selatan (Desa Wakan, Amurang Barat) yang berpraktek di Ibukota. Selain sebagai Pengacara Donny merupakan aktifis yang memimpin berbagai Organisasi, salah satunya sebagai Ketua DPD Gerakan Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP) DKI Jakarta. Dan tercatat sebagai eks caleg DPR RI Dapil VI Jawa Barat dari PDI Perjuangan.
(*/ape)