indoBRITA.co, MANADO – Rapat paripurna dalam rangka penjelasan terhadap Ranperda prakarsa DPRD tentang pelayanan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan ibadah haji digelar di ruangan rapat paripurna DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Senin (12/8/2024).
Mewakili Pimpinan dan anggota DPRD Sulut Amir Liputo menyebutkan, urusan agama merupakan salah satu urusan pemerintahan absolut. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1, pemerintah pusat a. Melaksanakan sendiri atau b. Melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berdasarkan asas dekonsentrasi.
“Penyelenggaraan ibadah haji merupakan rangkaian kegiatan penyelenggaraan pelaksanaan ibadah yang meliputi pembinaan pelayanan dan perlindungan jemaah yang harus dikelola berdasarkan asas profesionalitas dan akuntabilitas, sehingga jemaah dapat menunaikan ibadah haji sesuai dengan ketentuan dalam ajaran agama islam,” sebut Liputo.
Disampaikan Liputo, dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2019 tentang ibadah haji dan umroh sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja mengatur mengenai rangkaian kegiatan pengelolaan konstan ibadah haji yang meliputi petugas haji daerah, transportasi jemaah haji daerah, panitia penyelenggara ibadah haji daerah, serta pendanaan haji tersebut.
Adapun tujuan penyelenggaraan ibadah haji yaitu untuk memberikan pembinaan, pelayanan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji, sehingga jemaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai ketentuan agama. Penyelenggaraan biaya transportasi, pemberangkatan dan pemulangan jemaah haji dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas dan akuntabilitas dengan prinsip keadilan.
“Provinsi Sulawesi Utara dapat kami gambarkan adalah satu wilayah di Indonesia, mengalami peningkatan yang signifikan dalam jumlah jemaah haji yang berangkat setiap tahunnya. Sebagaimana yang kita ketahui, sesuai dengan perundang-undangan setiap 1000 warga muslim di satu tempat berhak mendapatkan satu jatah kuota untuk berangkat jemaah haji,” ujar Liputo.
“Untuk Sulawesi Utara, kita mendapatkan kuota kurang lebih 800 orang. Fenomena ini merupakan indikator dari pertumbuhan komitmen agama dan kesadaran spiritual di antara masyarakat setempat. Namun dengan pertemuan ini, muncul tantangan besar bagi pemerintah daerah dalam mengorganisir proses ibadah haji,” katanya.
Peningkatan jumlah jemaah haji di Sulawesi Utara tidak hanya mencakup aspek kuantitas namun juga menyangkut kualitas penyelenggaraan ibadah. Pemerintah daerah dituntut untuk menghadirkan fasilitas yang memadai, mengelola transportasi, menyediakan akomodasi serta memberikan layanan yang sesuai untuk memastikan kesejahteraan dan keselamatan jemaah haji.
Politisi PKS ini menuturkan, kalau konteks Sulawesi Utara, keterlibatan pemerintah daerah dalam mengelola proses ibadah haji memiliki implikasi yang sangat besar terhadap keberhasilan dan keamanan jemaah haji. Keterbatasan fasilitas, kendala transportasi serta kurangnya akomodasi yang memadai dapat menjadi hambatan yang serius dan dapat menganggu kenyamanan dan keselamatan jemaah.
“Oleh karena itu, peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas yaitu khusus pemerintah daerah dalam mengatur transportasi, akomodasi serta layanan yang terkait menjadi krusial dan untuk memastikan keberhasilan dan keselamatan selama perjalanan ibadah haji,” tuturnya.
“Oleh sebab itu, perlunya satu Peraturan Daerah (Perda) yang dapat mengatur agar mereka yang berangkat haji ke tanah suci, apalagi mendapat bantuan Pemerintah Sulawesi Utara adalah benar-benar masyarakat Sulawesi Utara bukan masyarakat dari luar Sulawesi Utara,” sambung dia lagi.
Liputo juga mengungkapkan bahwa, Perda ini sudah lama dinantikan oleh masyarakat Sulawesi Utara.
“Ketika kami pada tahun 2015 diberi tugas oleh gubernur dan wakil gubernur menjadi petugas pembimbing ibadah haji di Mekah, kami mendapatkan keluhan dari masyarakat. Kalau daerah lain, biaya lokal ditanggung oleh pemerintah daerah. Tapi Sulawesi Utara belum, baru mendapatkan subsidi. Padahal undang-undang mengamanatkan biaya transportasi lokal, akomodasi adalah tanggungjawab pemerintah daerah dan secara ekslusif di tulis dalam Undang-undang Nomor 18 dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD),” pungkasnya. (Ein)