indoBRITA, Manado-Kuasa hukum Elisabet Laluyan, Garry Tamawiwy (GT) mengapresiasi upaya Polda Sulut dan Polres Mitra dalam kasus dugaan penyerobotan lahan milik kliennya di wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Hakian Wellem Rumansi (HWR).
Polda Sulut dan Polres Mita sudah mendengar keterangan pihak-pihat terkait. Mereka juga sudah turun lokasi. “Saya yakin setelah ini Polda Sulut dan Polres Mitra segera menetapkan tersangka,” kata Gary kepada wartawan di Manado, Jumat (30/8/2024).

Salah satu pengacara top Sulut ini menyebut bukti-bukti dugaan rekayasa jual beli dan pembebasan lahan di area perkebunan Pasolo, Kecamatan Ratatotok, Minahasa Tenggara (Mitra) itu pelan-pelan terungkap. Penegasan Frans Karundeng kalau tidak pernah turun lokasi melakukan pengukuran dalam jual beli lahan dengan Eddy Emor menurut Garry menjadi awal kejanggalan.
“Frans sebagai penjual dan Eddy Emor selaku pembeli sama-sama tidak turun melakukan pengukuran. Kok bisa ada jual beli seperti itu? Bahkan sampai sekarang mereka tidak bisa menunjuk tapal batas,” ujar Garry.
Kejanggalan berlanjut saat Eddy Emor menjual ke PT HWR yang difasilitasi Corry Giroth. Lagi-lagi Eddy Emor tidak hadir melakukan pengukuran dan menunjuk tapal batas. Pengukuran hanya diwakil PT HWR dan pemerintah desa.
“Katanya lahan Eddy Emor yang dibeli seluas 2,5 hektar. Tapi, kemudian PT HWR menguasai lebih dari itu, hampir sama dengan luas lahan klie kami. Ini kejanggalan berikutnya,” Garry menegaskan.
Karena itu saat Polda Sulut dan Polres Mitra turun lokasi, pihak PT HWR dan Eddy Emor, lanjut Garry, kelimpungan menunjuk tapal batas. Eddy Emor bahkan tak pernah hadir.
Kepemilikan Elisabeth
Sementara Elisabeth dan timnya bisa mengenali dengan jelas tapal batas dan menjelaskan kondisi lahan sebelum adanya pengerukan. Di usianya yang tak muda lagi, Elisabeth masih bisa mengingat bangunan yang ia buat, ratusan pohon kelapa yang pernah ditanam dan jalan masuk yang timnya buat sebelumnya.
Kubu Elisabeth Laluyan juga bisa membuktikan tapal batas secara rapih dan terbaca sistem secara akurat melalui navigasi GPS. Rupanya kepemilikan lahan yang sudah pernah teruji di Pengadilan Negeri Tondano itu sudah diukur tahun 2014 silam dan sudah di-marking dalam navigasi GPS tahun itu juga.
Garry menyebut pernyataan PT HWR melalui Corry sudah melakukan pembebasan lahan milik warga di wilayah WIUP tersebut hanya sepihak dan tidak bisa dibuktikan. Ia juga menilai klaim Eddy Emor sebagai pemilik tak bisa menjadi pegangan.
“Ketika Polda Sulut menangani perkara perdata dan pidana antara Buang Senaen melawan Elisabeth Laluyan, Eddy Emor yang tampil sebagai saksi menarik berkasnya. Ia terancam terancam menjadi tersangka pemalsuan surat,” ucap Garry.
Berbeda dengan dua dokumen AJB yang dimiliki Elisabeth. AJB Nomor 24/AJB/RTTK/III/2010 antara Elisabeth dan Agustina Mamanua, tertanggal 4 Maret 2010 dengan luas tanah 54.085 M2 dan nomor 38/2014, tanggal 17 Juni 2014 dengan Linda laluyan dengan luas tanah 20.000 m2 sudah diuji secara keperdataan di depan hukum.
“Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tondano dalam sidang sengketa perdata dengan Buang Senaen tahun 2012 mengafirmasi keabsahan dokumen Elisabet Laluyan. Kepemilikan lahan Ibu Elisabet Laluyan sudah diuji di pengadilan,” katanya.
Atas dasar itu Garry itu meminta Aparat Penegak Hukuk (APH), dalam hal ini Polda Sulut dan Polres Mitra segera menetapkan Corry Giroth dan Eddy Giroth sebagai tersangka. “Klien kami dirugikan karena ulah mereka,” ucapnya.
Kesaksian Warga
Soal kepemilikan Elisabet di area Perkebunan Pasolo tersebut, sejumlah warga Ratatotok memberikan kesaksian. “Ayah saya dulu yang menjadi saksi saat pengukuran lahan tersebut. Makanya saya tahu lahan itu memang milik Ibu Elisabet,” kata Markus Korua, tokoh masyarakat Ratatotok.
Pria yang sudah lima tahun menjabat kepala desa atau hukumtua Ratatotok Selatan itu berharap tak ada polemik soal kepemilikan lahan itu “Dokumennya ada,” ucapnya.
Pernyataan Markus Korua itu dibenarkan Jefry ‘Oding’ Rantung. “Tak ada nama lain, hanya Ibu Elisabeth Laluyan yang punya lahan tersebut. Saya tahu sejarahnya,” ujar, salah satu tomoh masyarakat Mitra ini.
Oding sudah bersaksi di hadapan penyidik Polda Sulut soal kepemilikan lahan tersebut. Kepada penyidik Polda, pria berkaca mata ini menyampaikan kekagetannya karena tiba-tiba terbit surat keterangan atau SKT atas nama Eddy Emor di lahan milik Elisabeth.
Aras dasar SKT Eddy Emor itulah, PT HWR dan Conny Giroth melakukan pembebasan lahan. “Berdasarkan Surat Ukur Tanggal 6 Februari 1987, Surat Keterangan Jual Beli Nomor 46/SK/XII-92 tanggal 2 Desember 1992 dan Akta Jual Beli Nomor 24/AJB/RTTK/2010 tanggal 4 Maret 2010 itu tanah kepunyaan Ibu Elisabeth Laluyan,” Oding memaparkan.
Penjelasan Oding persis dengan penegasan yang pernah disampaikan Agus Abidin selaku Direktur PT HWR pada 2015 jika lahan tersebut belum pernah dibebaskan dan masih menjadi milik Elisabeth. “Kami dukung Polda Sulut untuk melakukan penelusuran soal ini,” ujarnya.
Eddy Emor sendiri berdalih pembelian dan penjualan lahan seluas 2,5 hektar sudah benar karena dilakukan di hadapan pemerintah. “Proses itu diketahui pemerintah,” ujar Eddy saat ditemui Polda Sulut beberapa waktu lalu. Sementara Corry Giroth dari PT HWR menyebut apa yang mereka lakukan sudah sesuai prosedur dan ketentuan. (*/adm)