indoBRITA.co, MANADO – Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) , Cindy Wurangian, menyampaikan keprihatinannya terhadap rancangan peta wilayah yang menunjukkan area pertambangan hampir mencakup seluruh wilayah di Sulut.
Dalam rapat lanjutan pembahasan Ranperda RT/RW yang digelar di DPRD Provinsi Sulut, Selasa (19/08/2025), Cindy menyoroti peta RT/RW yang ditampilkan, di mana sebagian besar wilayah diarsir kuning, yang berarti berstatus sebagai area tambang.
“Semua kegiatan di peta itu diarsir, seolah hampir seluruh wilayah Sulut bisa ditambang. Lihat saja Minahasa, hampir semuanya ditandai sebagai area tambang. Sementara kawasan hutan tetap hijau. Ini aneh. Bagaimana dengan ketentuan mengenai lahan pertanian pangan berkelanjutan? Kok semua dianggap berpotensi untuk tambang?” ungkapnya.
Ia juga menekankan adanya ketidaksesuaian di lapangan, terutama di beberapa daerah seperti Minahasa Selatan (Minsel) dan Minahasa Tenggara (Mitra), yang menurutnya nyaris seluruh wilayahnya diarsir untuk tambang. Hanya Kota Manado yang sebagian besar tidak masuk dalam zona pertambangan.
“Bitung, misalnya, hanya wilayah Batu Angus yang tidak diarsir. Selebihnya, termasuk kawasan kota, masuk dalam peta tambang. Ini kesannya asal-asalan, semua wilayah dijadikan tambang. Padahal, saat sudah ditetapkan, izin usaha pertambangan (IUP) bisa langsung dikeluarkan dari pusat. Dan semua dimulai dari dokumen ini,” tambah Ketua Fraksi Golkar DPRD Sulut itu.
Cindy memperingatkan agar keputusan ini tidak dianggap remeh. Ia mengingatkan dampak besar yang bisa terjadi jika pemerintah daerah tidak teliti dalam menetapkan wilayah pertambangan.
“Jangan sampai suatu pagi kita bangun, tahu-tahu sudah ada perusahaan luar negeri yang pegang IUP dan siap beroperasi. Ini bisa jadi pembangkangan terhadap kepentingan masyarakat lokal. Harus ada penjelasan yang jelas dan transparan,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Pansus RT/RW, Henry Walukow, turut menyuarakan hal yang sama. Ia meminta agar peta tersebut direvisi dan diperjelas kembali.
“Kalau pusat pemerintahan saja diarsir sebagai daerah pertambangan, itu artinya ada yang salah. Peta ini harus segera diperbaiki,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas ESDM Provinsi Sulut, Fransiscus Maindoka, menjelaskan bahwa proses pengajuan perizinan sudah diatur dengan rinci dan tidak akan menimbulkan kekeliruan.
“Proses ini harus dibahas terlebih dahulu di tingkat kabupaten atau kota, karena melibatkan banyak pihak, seperti dinas pertanian, perkebunan, dan lingkungan hidup,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya selalu berpegang pada aturan yang jelas dalam sektor pertambangan.
“Fokus kami di pertambangan sangat jelas dan tidak akan melenceng, karena dalam pengurusan izin, semua pihak terkait pasti terlibat,” pungkasnya.






