Wacana Amandemen UUD 1945 Tidak Semata Memuluskan Agenda Politik Jangka Pendek

Senator SBANL : DPD RI Adalah Kanal Aspirasi Daerah

indoBRITA, MANADO – Wacana amandemen UUD 1945 diharapkan tidak sebatas untuk memuluskan agenda politik jangka pendek kelompok tertentu. Bergulirnya rencana amandemen harus dibarengi dengan tujuan mulia penyempurnaan sistem pemerintahan dan konsolidasi demokrasi, yang merepresentasikan institusionalisasi keterwakilan yang kuat. Hal itu mencuat dari agenda Focus Group Discussion (FGD) Kelompok Dewan Perwakilan Daerah MPR RI di Tangerang, Selasa (7/9/2021).

Informasi, FGD yang membatasi peserta yang terdiri dari 3 orang Anggota DPD RI/MPR RI dan Pakar/Ahli dibidang politik dan hukum berlangsung menarik. Lebih dari 4 Jam menyampaikan gagasan dan pendapat masing-masing, tetapi setelah dua jam FGD istirahat sekitar 30 menit untuk mematuhi Protokol Kesehatan Covid-19. Ke-8 peserta FGD adalah Tamsil Lirung (Anggota DPD RI/MPR RI), Ir Stefanus BAN Liow, MAP (Anggota DPD RI/MPR RI), Aji Mirna, ST,MM (Anggota DPD RI/MPR RI), Prof. Dr. Siti Zuhron (Peneliti LIPI), Prof. Dr. Hafid Abbas (Guru Besar UNJ/Mantan Ketua Komnas HAM), Dr. Margarito Kamis (Pakar Hukum Tata Negara), Dr. Ubedilah Badrun (Analisis Politik UNJ) dan Drs Wahidin (Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI).

Ketua Kelompok DPD RI di MPR, Tamsil Linrung menegaskan bahwa DPD RI menyambut secara terbuka wacana amandemen yang tengah bergulir. Akan tetapi, perubahan UUD NRI 1945 harus menyeluruh. Tidak parsial pada bagian-bagian tertentu saja.

”DPD RI mendorong agar amandemen berimplikasi positif pada penguatan sistem demokrasi di Indonesia. Termasuk optimalisasi peran DPD RI sebagai salah satu kamar di parlemen yang mengusung sistem bikameral. Jika DPD RI kuat, maka produk legislasi jadi lebih legitimate,” kata Linrung.

Baca juga:  Esensi Pemilu adalah Pertarungan Ide, Bara: Stop Gunakan Retorika Kekerasan

Sementara itu, senator SBANL alias Stefa sapaan akrab Anggota DPD RI/MPR RI Dapil Sulut Ir Stefanus BAN Liow, MAP mengatakan bahwa DPD RI adalah kanal aspirasi daerah. ”Artinya, secara representatif, DPD RI inilah wajah dari NKRI. Esensi demokrasi perwakilan hanya akan bisa dicapai jika DPD RI punya kewenangan memadai. Peran DPD RI juga bahkan merefleksikan perhatian kita pada pembangunan daerah dan NKRI,” ujarnya.

Dikatakan SBANL yang juga Pimpinan Kelompok DPD RI di MPR ini mengimbuhkan, bahwa penguatan kewenangan DPD RI akan semakin memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. ”Parlemen mestinya melahirkan produk hukum dari dialektika yang kaya dan perdebatan mendalam. Sehingga produk UU menjadi kuat dan representatif. Menampung berbagai aspirasi yang mencuat dari denyut kehidupan rakyat,” jelasnya lagi.

Senada, pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Siti Zuhro mendorong wacana amandemen UUD 1945 untuk tujuan penataan dan penguatan demokrasi. Salah satu yang mendapat sorotan yaitu kewenangan DPD RI yang dinilai tanggung dan agak ironis. “Sistem bikameral untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat daerah yang berbeda-beda. Kewenangan representasi daerah mestinya lebih besar, tapi justru terjadi sebaliknya. Lembaga legislatif, tapi minim kewenangan legislatif,” imbuh Siti Zuhro

Menurutnya, selain di sektor legislatif, Profesor Siti Zuhro menjelaskan amandemen kelima UUD 1945 harus juga diarahkan ke ranah eksekutif. Yaitu membuka ruang partisipasi kontestasi kepemimpinan yang seluas-luasnya untuk menjaring pemimpin terbaik bagi republik. ”Esensi pemilu adalah menyajikan kompetisi yang sehat, beradab dan promotif terhadap lahirnya pemimpin terbaik. Sehingga menjadi sangat relevan untuk meninjau kembali presidential threshold dan mendorong calon presiden independen,” tegas Zuhro.

Baca juga:  Melalui Program 'Cobra', Ditlantas Polda Sulut Salurkan Bantuan pada Masyarakat Terdampak Covid-19

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dr. Ubedilah Badrun mengimbuhkan, gabungan anggota DPD RI semestinya diberi ruang mengajukan calon presiden dan wakil presiden. ”Karena secara komparatif, suara DPD RI sudah melampaui ambang batas pencalonan yang diberikan kepada partai politik sebesar 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR RI sebelumnya,” tambahnya.

Sementara itu, guru Besar Universitas Negeri Jakarta, Prof. Dr. Hafid Abbas yang juga hadir sebagai narasumber menyoroti terjadinya keterbelahan sosial yang semakin meruncing dan mengakibatkan pelapukan dari dalam. Mantan Ketua Komnas HAM ini menilai, sistem politik saat ini melanggengkan ketimpangan dan menimbulkan beragai problem sosial, karena sejak awal rekrutmen tidak representatif. Hanya mengakomodir kelompok tertentu.

Lain lagi kata pakar hukum tata negara, Dr Margarito Kamis. Menurutnya hal diatas mendorong DPD RI memperkuat peran dengan aktif mengangkat isu-isu daerah. Menurutnya, situasi politik yang membuat DPR RI melempem, justru jadi kesempatan bagi DPD RI menunjukkan jika ada kamar lain di parelemen yang berjuang untuk rakyat.

Ditambahkan Senator asal Kaltim Aji Mirna, ST,MM mengangkat isue-isue aktual dan permasalahan di daerah yang seseungguhnya membutuhkan negara hadir. (*/ape)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *